TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Gerakan Nasional Anti Madat (GRANAT) akan melayangkan gugatan PTUN terkait pemberian grasi Presiden SBY kepada narapidana sindikat narkoba pertengahan pekan depan.
Yusril Ihza Mahendra yang memimpin tim kuasa hukum Granat mengatakan, pihaknya kini tengah merampungkan gugatan, yang bukan hanya ditujukan kepada grasi yang diberikan pada Schapelle Leigh Corby, WN Australia, tetapi juga kepada Peter Achim Franz Grobmann, warganegara Jerman.
"Tak banyak rakyat yang mengetahui bahwa Presiden SBY telah memberikan grasi kepada dua warga asing" kata Yusril.
Karena itu, gugatan akan ditujukan kepada kedua grasi tersebut. Yusril menerangkan bahwa Keputusan Presiden tentang grasi adalah keputusan pejabat tata usaha negara yang dapat dijadikan sebagai obyek sengketa di PTUN.
Keppres tersebut memenuhi syarat untuk digugat karena sifatnya yang individual, kongkret, final dan membawa akibat hukum. Keppres bukanlah bentuk peraturan perundang-undangan yang berlaku umum. Karena itu, bagi siapa saja yang merasa dirugikan dengan Keppres tersebut, mereka mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk menggugat Presiden ke PTUN.
Yusril menerangkan bahwa keputusan tata usaha negara dapat dibatalkan oleh PTUN apabila bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Dia menilai, Keppres pemberian grasi kepada narapidana sindikat narkotik adalah bertentangan dengan UUD 45, UU Narkotika, UU tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang Narkotika dan PP No 28/2006 tentang Pengetatan Pemberian Remisi kepada narapidana korupsi, terorisme, narkoba dan kejahatan trans-nasional terorganisir.
Pemberian remisi itu juga bertentangan dengan asas kehati-hatian, keterbukaan, profesionalitas dan akuntabilitas sebagai ciri-ciri dari asas-asas umum pemerintahan yang baik. Yusril mensinyalir, Presiden SBY telah memberikan grasi kepada narapidana sindikat narkotik, tidak saja kepada Corby dan Grobmann, tetapi semuanya dilakukan diam-diam tanpa diketahui publik.
Dengan keberadaan beberapa grasi yang diberikan ini, maka semua penjelasan Menkumham dan Wamenkumham mengenai pemberian grasi, khususnya terkait kepentingan hubungan dengan Australia, menurut Yusril, semuanya sia-sia.
Terhadap komentar Wamenkumham Denny Indrayana yang mengatakan siap menghadapi dirinya di pengadilan, Yusril hanya mengatakan, belum tentu Denny akan menjadi kuasa hukum Presiden di pengadilan. "Denny tidak punya pengalaman jadi pengacara. Bahkan terkesan dia tidak paham hukum acara PTUN" kata Yusril.