TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku kebanjiran pesan singkat berupa SMS (Short Message Service) seputar mengilangnya tempe dan tahu di pasaran hingga sweeping perajin tempe.
Bukan hanya SBY, sang isteri, Ani Yudhoyono pun demikian. Apalagi, di saat Ramadan kali ini, kenaikan harga kedelai yang berakibat pada aksi mogok produksi perajin tempe dan tahu sangat terasa.
Tak kenal waktu. Demikian dapat dikatakan saat pesan singkat masuk kepada Presiden dan Ibu Negara. Saat sahur pun SBY dan Ibu Negara tetap menerima pesan singkat yang bertanya mengenai tempe.
“Saya menerima banyak SMS. Ibu Ani juga. Bahkan setelah sahur, dini hari juga menerima SMS. Saya dengar para menteri begitu. Masalah tempe. Sweeping perajin tempe. Dan lain-lainnya,” sebut SBY dalam konferensi pers, Sidang Kabinet terbatas di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Jumat (27/7/2012).
Karenanya, Presiden menegaskan bahwa naiknya harga kedelai sekarang ini bukan maunya pemerintah Indonesia.
Karena di negara penghasil kedelai di luar negeri mengalami masalah, utamanya di AS yang mengalami kekeringan terburuk dalam waktu 50 tahun terkahir ini. Dan akhirnya memukul hasil pertanian negara tersebut.
Seiring dengan itu, negara pengimpor kedelai juga ikut terpukul dengan kejadian tersebut. Paling tidak RRT, yang mengimpor 60 persen kedelai dari AS sangat merasakan.
Pun demikian dengan Indonesia pun merasakan pengaruhnya. “Meskipun impor kita tidak sebesar itu,” jelasnya.
“Akibatnya harga naik. Karena harga naik, pemerintah melakukan upaya yaitu stabilisasi. Dengan harapan kalau bisa efektif upaya kita ini kenaikannya pada batas yang masuk akal. Karena tidak mungkin kita mencegah kenaikan sama sekali. Tapi paling tidak kita stabilkan ketingkat harga yang masih wajar,” ungkap SBY.
KLIK JUGA: