TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan suap penerbitan hak guna usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit di Buol, Sulawesi Tengah.
Untuk itu, KPK hari ini kembali memeriksa Bupati Buol Amran Batalipu sebagai tersangka.
"AB hari ini diperiksa sebagai tersangka," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha saat dikonfirmasi, Senin (6/8/2012).
Amran tiba di KPK pada pukul 10.15 WIB. Mengenakan pakaian tahanan warna putih dan peci hitam dengan sulaman warna kuning, ia hanya tersenyum dan bergegas masuk ke Kantor KPK saat dicecar pertanyaan wartawan.
KPK telah memperpanjang masa penahanan Amran selama 40 hari. Perpanjangan masa penahanan Amran juga dibenarkan pengacaranya, Amat Ente Daim.
"Saya sudah menerima surat perpanjangan penahanan dari KPK hingga 40 hari ke depan," ujarnya.
Amran ditahan sejak 6 Juli 2012. Ia ditengarai menerima suap dengan nilai yang diduga mencapai Rp 3 miliar, dari dua petinggi PT Hardaya Inti Plantations (HIP), yakni Yani Anshori dan Gondo Sudjono.
Anshori yang merupakan General Manajer PT HIP, dan Gondo yang merupakan Direktur Operasional, juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Pada perkembangannya, KPK dikabarkan tengah membidik calon tersangka baru. Nama pemilik PT HIP Hartati Murdaya, tak luput dari kabar tersebut.
Bahkan, untuk menjerat pengusaha kelas atas, KPK memeriksa Kapolres Buol AKBP Hary Suprapto, dan Kasat Reskrim Polres Buol Iptu Belen Pratama.
Pemeriksaan dua orang petinggi Polres Buol, diduga lantaran keduanya dinilai sangat mengetahui jasa pengamanan yang dilakukan perusahaan Hartati, untuk mengawal Amran kembali menjadi bupati Buol.
Bahkan, dalam penangkapan Amran, KPK justru menggandeng pasukan Polri dari Jakarta. (*)
BACA JUGA