TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Monitoring Development (IMD), R. Adnan, mengungkapkan setidaknya ada dua alasan besar kenapa Gubernur Riau, Rusli Zainal merupakan orang yang paling bertanggungjawab terkait sejumlah permasalahan hukum dalam penyelenggaraan PON ke-18 di Riau.
Pertama berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 di mana diatur bahwa setiap proyek dia atas Rp 50 miliar itu ditetapkan oleh Kepala Daerah setempat. Dalam hal ini Rusli Zainal sebagai Gubernur Riau adalah orangnya.
Atas fakta tersebut, menurutnya, data soal pembengkakan anggaran dalam pembangunan proyek pembangunan Main Stadium PON Riau terlihat jelas.
"Berdasarkan Keputusan Presiden nomor 80 tahun 2003 di mana diatur bahwa setiap proyek dia atas 50 miliar, itu ditetapkan oleh Kepala Daerah setempat," kata Adnan saat dihubungi wartawan di Jakarta, Jumat(19/10/2012).
Selain itu, Adnan melihat kejanggalan dari proses tender pengerjaan pembangunan Stadion yang terletak di Kompleks Universitas Riau tersebut.
Diterangkannya, jadwal pengerjaan proyek yang terbilang molor seharusnya menjadi alasan bagi Gubernur untuk menjatuhkan sanksi.
"ini tidak ada denda, tidak di black list," kata Adnan.
Kemudian alasan yang kedua, lanjut Adnan yakni berdasarkan fakta-fakta dalam persidangan selama proses persidangan beberapa terdakwa dalam kasus suap pembahasan revisi Perda Nomor 6 tahun 2010.
Di meja hijau tersebut, nama Rusli Zainal kerap disebut ikut terlibat. Baik dikatakan terdakwa maupun para saksi yang dihadirkan jaksa.
"Fakta persidangan itukan jelas ada pemberian fee kepada Gubernur Rusli, apa lagi yang kurang," kata Adnan.
Lebih detail, di persidangan tersangka Rahmat Syahputra selaku karyawan PT Pembangunan Perumahan (PP) Persero. Kala itu, saksi yang merupakan Manajer PT Adhi Karya Diki Aldianto mengaku telah memberi Rp 500 juta untuk Rusli sebagai uang terima kasih penambahan dana PON. Uang diserahkan ke Kadispora Riau Lukman Abbas lalu diterima ajudan Rusli Said Faisal.
Selain itu pada sidang terdakwa Eka Dharma Putra, giliran Lukman yang mengakui telah disuruh Rusli menyiapkan 'uang lelah' Rp 1,8 milliar untuk anggota DPRD Riau dalam membahas revisi Perda tersebut.
Staf ahli Rusli itu, juga mengaku menyetor 1,05 juta dollar Amerika ke sejumlah anggota DPR untuk meloloskan proposal tambahan dana PON dari APBN Perubahan.
Dari dua alasan itu, Adnan menegaskan tidak ada alasan lagi untuk tidak menjadikan Rusli Zainal sebagai tersangka.
"Tidak ada alasan Rusli tidak diseret ke Pengadilan," ujarnya.
Selain itu, Adnan juga berharap KPK tidak berhenti di Rusli saja. Sebab, dugaan keterlibatan sejumlah elite di pusat juga terkuak dalam fakta persidangan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diketahui untuk kesekian kalinya memanggil Gubernur Riau, Rusli Zainal untuk menjalani pemeriksaan.
Seperti saat ini Ketua DPP Partai Golkar itu tengah menjalani pemeriksaan dalam penyelidikan terkait dugaan korupsi pembangunan main stadium PON di Riau.
Penyelidikan ini merupakan hasil pengembangan dari penyidikan dan persidangan terkait suap revisi Peraturan Daerah (Perda) nomor 6 tahun 2010 tentang venue menembak PON Riau.
Dari penyidikan kasus revisi Perda, KPK telah menjerat 13 orang sebagai tersangka. Sebagian di antaranya bahkan sudah di vonis dengan hukuman bervariasi.
Kini giliran KPK yang tengah intens menelusuri dugaan keterlibatan korupsi pejabat teras Riau. Contohnya dugaan keterlibatan Rusli pada proyek pembangunan stadion utama PON tersebut.
Bahkan KPK telah memperpanjang masa pencegahan Rusli untuk bepergian ke luar negeri selam 6 bulan ke depan per tanggal 10/10/2012.
Anggaran untuk pembangunan stadion utama ini mencapai Rp 1,118 triliun dari anggaran sebelumnya Rp 900 miliar.
Padahal, pembangunan stadion dengan kapasitas sejenis dan sesuai standar internasional tak sampai Rp 450 miliar. Contohnya, Stadion Gedebage Bandung dan Gelora Bung Tomo di Surabaya.
Berita Terkait: Suap PON Riau