TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Malang nian penggali kubur di Tempat Pemakaman Umum Semper Jakarta Utara. Honor tiap gali satu lubang seharusnya turun Rp 300 ribu, dipotong Rp 100 ribu masuk ke Sudin Pemakaman Jakarta Utara, dan Rp 20 ribu masuk ke kantong Kepala TPU.
Pengakuan ini disampaikan bekas Kepala TPU Semper Ahmad Kosasih saat bersaksi untuk terdakwa Haeru Darojat, bekas Kasudin Pemakaman Jakarta Utara yang dijerat korupsi pemotongan honor penggali kubur di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Selasa (13/11/2012).
Kosasih mengakui memang ada pemotongan honor Rp 100 ribu dari honor Rp 300 ribu per lubang yang seharusnya diterima enam penggali kubur, yang anggarannya berasal dari Pemda DKI Jakarta. Uang sebesar Rp 100 ribu itu oleh Sudin Pemakaman Jakarta Utara digunakan untuk operasional.
"Tukang penggali kubur kita kasih tahu saja, dan mereka enggak protes. Kita cuma bawahan, jadi mengikuti atasan saja. Di kuitansi honor tetap tercantum Rp 300 ribu, tapi yang diterima Rp 200 ribu," ungkap Kosasih yang kini menjabat Staf Prasarana di Sudin Jakarta Pusat.
Ia menceritakan, uang Rp 200 ribu diterima mandor penggali kubur, setelah sebelumnya dipotong Rp 20 ribu buat operasional TPU Semper. "Tapi saya kasihan sama tukang gali. Potongan itu dilakukan karena Sudin Pemakaman enggak ada anggaran buat administrasi TPU Semper," kata Kosasih.
Menurut Kosasih, waktu itu ada retribusi dari TPU Semper kepada Sudin Pemakaman Jakarta Utara, dari pemotongan sebesar Rp 100 ribu itu. Bahkan, ada juga retribusi tak resmi buat Sudin Pemakaman Jakarta Utara di luar Rp 100 ribu, yang diambil dari uang operasional para koordinator.
Uang kontribusi ke Sudin Pemakaman Jakarta Utara diserahkan Kosasih, dengan Leo dan Sukoco. Meski kontribusi itu tidak wajib tapi harus diserahkan, yang belakangan menciptakan ketidakpuasan mitra TPU pada Januari 2012 di kantor Walikota Jakarta Utara dan Kejaksaan Negeri Jakarta Utara.
Kosasih juga mengakui pernah menyetorkan uang Rp 500 ribu seminggu sekali Sudin Pemakaman Jakarta Utara. Haeru sendiri mendapat kontribusi sebesar Rp 300 ribu atau Rp 500 ribu. "Itu sudah dari dulu berlaku. Sumbernya dari uang sisa retribusi dan potongan Rp 20 ribu honor tukang gali kubur," katanya lagi.
Dalam dakwaan jaksa, Haeru selama 2010-2011 menyunat honor penggali lubang yang tiap lubang harusnya dibayarkan Rp 300 ribu, cuma turun Rp 200 ribu. Total yang disunat Haeru dengan memerintahkan Jamaludin selaku bendahara sebesar Rp 610 juta.
Haeru adalah Kuasa Pengguna Anggaran subsidi penggalian dan penutupan lubang makam mata anggaran pembayaran honor tak tetap 2010-2011, masing-masing sebesar Rp 1,5 miliar. Uang APBD ini bersifat swakelola dari DPA-SKPD tahun 2010 dan 2011.
Uang sunat sebesar Rp 610 juta yang dikumpulkan Udin lalu dibagi dua atas perintah Haeru, separuh pertama untuk operasional sehari-hari, dan sisanya dibagi merata kepada seluruh pegawai negeri sipil di Sudin Pemakaman secara proporsional.
Haeru dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2), ayat (3), atau Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2), ayat (3), atau Pasal 8 jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2), ayat (3) UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Klik: