TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Adanya pemberitaan akan terjadi banjir besar pada 27 Januari 2013 telah menyebabkan keresahan di masyarakat. Diberitakan pada 27 Januari 2013, air tidak akan dapat mengalir ke laut karena terhalang pasang air laut maksimum.
Sementara itu hujan sangat lebat sehingga debit sungai meluap dan tidak dapat mengatus ke laut sehingga Jakarta tenggelam. Akibatnya masyarakat resah. Apalagi bagi masyarakat yang berdampak langsung terlanda banjir pada 15 Januari hingga sekarang.
Memang, pada 27 Januari 2013, air laut pasang mulai pukul 05.00 WIB hingga mencapai puncak pada pukul 08.00 – 10.00 WIB setinggi 1 meter dari normalnya. Ini bukan pasang maksimum. Justru pada 24-25 Januari 2013 terjadi pasang maksimum mencapai 1,1 meter. Pada 26-28 Januari 2013 pasang berkisar 1 meter.
Profesor Hidrologi BPPT yang juga Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan untuk terjadi banjir besar seperti Februari 2007 harus ada curah hujan yang berintensitas tinggi dan berdurasi lama. Banjir Jakarta 2007 disebabkan curah hujan yang ekstrem dan jauh di atas pola normalnya.
Sebagai gambaran, pada 2 Februari 2007 hujan di Cileduk 340 mm/hari, di Kemayoran 235 mm/hari, dan di Pasar Minggu 220 mm/hari. Hujan juga merata di semua DAS dari 13 sistem sungai yang mengalir ke Jakarta.
"Bandingkan dengan hujan yang terjadi 17 Januari 2013 yang menyebabkan banjir Jakarta tertinggi 125 mm/hari di Kedoya," kata Sutopo dalam siaran pers yang diterima Tribunnews, Jumat(25/1/2013).
Ditinjau dari durasi hujannya yang berlangsung selama 5 hari secara terus menerus. Bahkan di Ciledug akumulasi hujan 29 Januari hingga 2 Februari 521 mm. Ini melebihi rata-rata curah hujan sebulan di Jakarta yang berkisar 450 mm/bulan. Begitu pula akumulasi hujan selam 5 hari di Jakarta Pusat 354 mm, Jakarta Timur 333 mm, Jakarta Selatan 332 mm, dan Jakarta Utara 320 mm
Fenomena hujan yang sangat ektsrem tersebut dipengaruhi perambatan cold surge (seruak dingin) dari Siberia dan adanya siklon tropis di selatan Indonesia atau sebelah utara Teluk Carpentaria Australia. Kondisi demikian menyebabkan massa uap air berlimpah dan hujan yang jatuh di wilayah Jakarta dan sekitarnya di atas normal.
"Saat itu bersamaan dengan pasang air laut sehingga banjir meluas. Luas Jakarta yang terendam banjir saat ini 231,8 km2 (36% luas DKI Jakarta). Pengungsi mencapai 320.000 orang dan kerugian Rp 4,3 trilyun," ujar Sutopo.
Bagaimana dengan saat ini? Sutopo menjelaskan siklon tropis tidak ada di selatan Indonesia. Indeks cold surge di Hongkong juga tidak terdeteksi.
Jika ada maka akan ada perambatan cold surge ke daerah selatan ekuator yang terjadi setelah 4-6 hari yang kemudian Pulau Jawa akan mengalami curah hujan yang besar. Demikian pula indek MJO (Madden Julian Oscillation) yang negatif. MJO adalah sebuah osilasi yang berperiode 40-50 hari, yang dalam beberapa kasus bisa melebar menjadi 30-60 hari.
Gugus awan konveksi diproduksi di atas Samudera Hindia (sebelah barat Indonesia) kemudian bergerak ke arah timur di sepanjang ekuator untuk menempuh satu siklus putar dengan periode 40-50 hari. Dengan 3 faktor iklim tersebut kecil peluangnya curah hujan ekstrem terjadi di wilayah Jakarta dan sekitarnya seperti halnya curah hujan tahun 2007 yang menyebabkan banjir besar di Jakarta. BMKG juga melaporkan bahwa selama 25-28 Januari 2013, curah hujan yang jatuh di Jakarta dominan berintensitas rendah hingga sedang.
"Jadi, kecil peluangnya banjir besar akan terjadi pada 27 Januari 2013. Jika pun terjadi banjir hanya pengaruh dari rob atau genangan saja. Masyarakat dihimbau untuk tetap waspada dan siap siaga terkait ancaman banjir. Sebab curah hujan tinggi masih berpotensi hingga Maret mendatang," ujar Sutopo.