TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bekas Bupati Buol Amran Abdullah Batalipu menolak tuntutan jaksa yang menyebutnya menerima suap Rp 3 miliar sebagai kompensasi penandatangan tiga surat permohonan izin lokasi dan hak guna usaha PT Sebuku Inti Plantation.
Dalam nota pembelaan pribadi atau pledoinya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Senin (28/1/2013), Amran menjelaskan uang Rp 3 miliar merupakan sumbangan dalam rangka pemilu kepala daerah Kabupaten Buol tahun 2012.
"Itu sama sekali bukan merupakan hadiah atau pun suap, dan surat-surat yang saya tandatangani tersebut sama sekali tidak terkait dengan pemberian dan penyerahan sumbangan dana Rp 3 miliar. Di mana penerbitan dan penandatanganan tiga buah surat sama sekali tak bertentangan dengan kewajiban saya selaku Bupati Buol," ujarnya.
Amran berdalih, surat yang ditekennya bukan suatu keputusan bersifat final dan tidak menimbulkan akibat hukum sehingga bukan merupakan keputusan tata usaha negara. Surat itu hanya lah surat biasa dan bukan merupakan rekomendasi.
Dikatakannya, pemberian uang Rp 3 miliar dari Hartati Murdaya pemilik PT HIP untuk dirinya sebagai modal kampanye, diperkuat hasil riset Syaiful Mujani Research and Consulting bahwa kansnya untuk maju kembali sebagai bupati cukup kuat.
"Sehingga pihak Siti Hartati Murdaya melalui PT Cipta Cakra Murdaya berjanji akan memberikan bantuan dana kampanye dalam rangka pemilukada Kabupaten Buol tahun 2012. Dan saat pertemuan antara saya dan Bu Hartati sama sekali tak dibicarakan mengenai bantuan pengurusan ijin lokasi dan HGU," tegas Amran.
Menurutnya, apabila jaksa menuntutnya untuk membayar uang pengganti Rp 3 miliar, maka KPK sama saja telah melakukan korupsi karena telah mengambil atau menuntut apa yang bukan haknya. Karena jelas uang Rp 3 miliar adalah murni uang pribadi PT CMM milik Hartati.
"Berdasarkan dalil dan argumentasi tersebut maka adanya tuntutan uang pengganti yang dituntut jaksa dalam surat tuntutan harus lah ditolak setidak-tidaknya dikabulkan," pinta Amran sambil menambahkan agar hakim memberikannya hukuman seringan-ringannya.
Dalam sidang sebelumnya, jaksa menuntut pidana penjara 12 tahun, ditambah pidana denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Amran juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 3 miliar, jika tak dibayar dalam masa satu bulan setelah putusan hukum tetap, hartanya disita negara.
Klik: