TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad membenarkan bahwa status kasus Gubernur Riau Rusli Zainal, telah ditingkatkan ke penyidikan.
Peningkatan status Ketua PB PON 2012 Riau, terkait kasus dugaan suap revisi Perda PON dan dugaan korupsi pengeluaran izin pengelolaan hutan di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.
"Belum ada surat perintah dimulainya penyidikan (Sprindik) untuk RZ (Rusli Zainal). Tapi, sudah ekspose dan sudah dinaikkan ke penyidikan, tinggal menunggu Sprindik-nya keluar. RZ kena kasus Pelalawan dan kasus PON," kata Abraham saat dihubungi, Selasa (5/2/2013) malam.
Berdasarkan gelar perkara dan ekspose yang dilakukan KPK, lanjut Abraham Samad, politisi Partai Golkar dijerat pasal 5 dan atau pasal 12 huruf a dan b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Saat ditanyakan apakah dua kasus berbeda dalam kasus pidana korupsi dapat disangkakan kepada satu orang, yakni Rusli, Abraham dengan lugas mengatakan, "Iya, bisa."
Dalam kasus suap revisi Perda No 6/2010 PON Riau, nama Gubernur Riau M Rusli Zainal kerap disebut jaksa KPK dalam surat dakwaan para tersangka yang dibacakaan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Riau.
Ketua DPP Partai Golkar diduga kuat memerintahkan Kadispora Riau Lukman Abbas (terdakwa) lewat saluran telepon, agar memenuhi permintaan anggota DPRD Riau terkait pemberian fee untuk pemulusan pembahasan revisi perda.
Di sisi lain, dalam sidang beberapa tersangka di Pengadilan Tipikor Riau, terungkap adanya aliran uang Rp 9 miliar ke DPR. Pada Kamis (2/8/2012) lalu, Lukman Abbas yang bersaksi menyebutkan, dirinya pernah menyerahkan uang kepada Komisi X DPR sebesar Rp 9 miliar. Uang itu diberikan kepada Kahar Muzakir (anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Golkar).
Uang diserahkan dengan maksud sebagai alat pemulusan permintaan tambahan dana PON yang berasal dari APBN sebesar Rp 290 miliar. Di awal Februari 2012, Lukman mengaku menemani Rusli Zainal dalam pengajuan proposal bantuan. Proposal itu lalu disampaikan Rusli kepada Setya Novanto (politisi Partai Golkar).
Dalam kasus ini, KPK sudah pernah memeriksa Kahar dan Setya serta Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono. Namun, ketiganya membantah terlibat dalam kasus suap revisi Perda PON.
Sementara, kasus kehutanan Pelalawan bermula pada dispensasi Rencana Kerja Tahunan (RKT) kepada 12 perusahaan di Riau. Dalam kasus Pelalawan, negara diduga dirugikan hingga mencapai Rp 500 miliar hingga Rp 3 triliun.
Kasus ini merupakan hasil pengembangan dugaan korupsi penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT), bagi 12 perusahaan di Pelalawan. Kasus ini sudah menjerat mantan Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jafar.
KPK juga sudah menetapkan tersangka lain, yakni mantan Bupati Siak Arwin AS, mantan Bupati Kampar Burhanuddi Husein, mantan Kepala Dinas Kehutanan Riau 2002-2003 Asral Rahman, dan mantan Kepala Dinas Kehutanan Riau 2003-2004 Syuhada Tasman.
Hingga berita ini diturunkan, Tribunnews.com masih berusaha menghubungi pihak Rusli Zainal. (*)