TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA-- Mata Wakil Sekjen Demokrat Saan Mustopa terlihat berkaca-kaca. Sementara itu, beberapa loyalis juga tak malu menitikkan air mata saat Anas Urbaningrum menyatakan diri mundur dari jabatan Ketua Umum Partai Demokrat.
Tangisan itu akhirnya pecah tatkala Anas melepas jaket kebesaran Partai Demokrat usai berpidato. Para loyalis langsung berebut memeluk serta menciumi tangan Anas sambil menangis untuk melepas kepergian sang ketua.
Di atas mimbar, Anas tegar dan tenang. Pidato yang ditunggu-tungu sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, dilakoni Anas dengan penuh percaya diri. 32 menit lamanya Anas mencurahkan perasaannya di kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Sabtu (23/2). Selama berpidato, enam tepukan tangan membahana menyemangati Anas. Terlebih pernyataan Anas yang cenderung mengancam.
"Saya ingin menyatakan barangkali ada yang berpikir bahwa ini adalah akhir dari segalanya. Hari ini saya nyatakan, ini bukan permulaan. Hari ini saya nyatakan, ini baru awal langkah- langkah besar. Hari ini baru halaman pertama, masih banyak halaman-halaman berikutnya yang akan kita buka dan baca bersama tentu untuk kebaikan kita bersama," tegas Anas disambut tepuk tangan.
Selain Saan, turut mendampingi Anas antara lain Ketua DPP Umar Arsal, Sekretaris Bidang Agama Makmun Murod, Wakil Direktur Eksekutif Partai Demokrat M Rahmat yang juga telah menyatakan mundur dari Demokrat.
Anas mengatakan akan mematuhi proses hukum karena ia yakin bisa mendapatkan kebenaran dan keadilan melalui proses hukum yang adil, objektif dan transparan. Dan bukan berdasarkan prinsip kekuasaan. Melalui proses hukum,, Anas berjanji akan melakukan pembelaan diri sebaik-baiknya atas tuduhan menerima hadiah berupa mobil Toyota Harrier dari Nazaruddin saat ia menjabat anggota DPR RI tahun 2009-2014.
"Saya meyakini betul sepenuhnya bahwa saya tidak terlibat dalam proses pelanggaran hukum yang disebut sebagai proyek hambalang," lanjut Anas.
Anas menyatakan bahwa sejak awal ia yakin tidak akan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Alasannya, KPK selama ini bekerja secara independen, mandiri dan profesional sehingga tidak bisa ditekan oleh opini atau hal-hal hal lain, termasuk tekanan dari kekuatan sebesar apapun.
Mantan Ketua PH BMI ini mulai berpikir dirinya akan berstatus tersangka ketika Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono mendesak KPK memperjelas status hukumnya.
Anas lalu menyitir pidato SBY sepulang umroh yakni Kalau benar katakan benar, katakan salah kalau salah serta ,mempersilakan dirinya fokus berkonsentrasi menghadapi proses hukum. Dan saat itulah Anas yakin dirinya akan ditetapkan sebagai tersangka. .
Menurutnya, ketika dipersilakan untuk lebih fokus menghadapi masalah hukum oleh SBY, Anas merasa seperti sudah divonis sebagai tersangka. Ditambah lagi, beberapa petinggi Demokrat yakin betul pada pekan ini dirinya akan ditetapkan sebagai tersangka.
"Rangkaian ini tidak bisa dipisahkan dengan bocornya apa yang disebut Sprindik. Ini satu rangkaian peristiwa yang pasti tidak bisa dipisahkan. Itu satu rangkaian peristiwa yang utuh dan terkait dengan erat," keluh Anas.
Anas kemudian menarik jauh ke belakang terkait dengan kongres Partai Demokrat kedua pada Mei 2010 di Bandung yang mengusungnya menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. "Dari kongres itu, Anas ibarat bayi lahir yang tidak diharapkan," ujar Anas. Rangkaian-rangkaian peristiwa tersebut sudah dirasakan Anas dan menjadi peristiwa politik dan organisasi di Demokrat.
"Pada titik ini, saya belum akan samapikan secara rinci. Tapi ada konteks yang jelas menyangkut peristiwa politik itu," sambung Anas. Dan selama menjalani Ketua Umum, Anas mengaku tidak pernah mengeluh atas keadaan itu. Ia terus mencoba menghadapinya, termasuk resiko dan konsekuensi.
Anas kemudian menyebut dirinya kini berstatus tersangka lantara faktor non hukum. Dan Anas pun memiliki standar etik pribadi pasca ditetapkan sebagai tersangka. "Standar etik pribadi saya adalah mengatakan, kalau saya punya status hukum sebagai tersangka, maka saya akan berhenti sebagai Ketua Umum Partai Demokrat," lanjut Anas.
Pilihannya mundur ini, menurut Anas sesuai dengan Pakta Integritas yang diterapkan Majelis Tinggi. Pada kesempatan tersebut, tak ketinggalan pula Anas menyampaikan terimakasih kepada kader yang telah memberikan kepercayaannya untuk memimpin Demokrat periode 2010-2015.
Namun kini ia kini memohon maaf karena pada 22 Februari 2013 ia memilih mundur. Menurutnya, ia tak pernah merencanakan mundur di tengah jalan. Kendati demikian, Anas berjanji akan tetap menjadi sahabat bagi kader-kader Demokrat.
Anas juga berharap, siapapun nanti yang menjadi Ketua Umum Demokrat bisa menunaikan tugas, lebih baik. Dan mulai hari ini ke depan, Demokrat yang mengusung slogan partai bersih, cerdas dan santun akan diuji apakah masih sesuai slogannya atau tidak.
"Akan diuji oleh sejarah apakah Demokrat partai yang besih atau tidak bersih, apakah korupsi atau tidak, apakah diisi kader yang cerdas atau tidak cerdas dan apakah diisi oleh gagasan-gasagan cerdas dan bernas atau tidak. Juga diuji apakah Demokrat akan menjadi partai santun atau sadis," ujar Anas. Anas lantas mengatakan dirinya tidak pernah membawa kemarahan dan kebencian dalam rumus politiknya. (tribunnews/aco/mal/eri/coz)