TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih melacak pembunuh delapan anggotanya, dan empat warga sipil di Papua, Kamis (21/2/2013) lalu.
Meski begitu, TNI telah mengantongi nama beberapa kelompok sipil bersenjata, yang diduga ada di balik aksi keji itu.
“Ketujuh anggota Koramil Sinak Kodim 1714 Puncak Jaya, diserang saat sedang mengambil barang kiriman berupa alat komunikasi di Bandara Sinak, yang dikirim dari Nabire dengan berjalan kaki. Di jalan, mereka ditembak GPK, dan akhirnya tewas," kata Kapuspen TNI Laksamana Muda TNI Iskandar Sitompul di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (26/2/13).
Menurut Iskandar, sebelumnya ada penyerangan pertama dari Gerakan Pengacau Keamanan (GPK). Seorang warga bernama Wani Tabuni (WT), diduga menjadi agen ganda kelompok yang mengatasnamakan Goliat Tabuni, yang berkunjung di Pos Maleo Yonif 753/AVT di Distrik Tinggi Nambut, Puncak Jaya, Papua.
"WT memang membaur dengan anggota TNI di sana. Sebelum penembakan, pria ini ada ditempat. Setelah dia pergi, terjadi lah penembakan. Itu kejadian pertama," ungkap Iskandar.
Iskandar belum bisa memastikan, apakah WT memata-matai pergerakan anggota TNI di Pos Maleo Yonif 753/AVT di Distrik Tinggi Nambut, Puncak Jaya, Papua.
"Kami masih mengejar WT. Kami juga masih menduga dia terkait serangan tersebut,” jelasnya.
Iskandar menuturkan, situasi di tempat rawan konflik di Papua hingga saat ini masih kondusif. Menurutnya, penetapan status darurat militer bisa digunakan jika kondisi di Papua dinyatakan mengancam negara.
"Situasi Papua sudah kondusif, status tertib sipil. Peningkatan status darurat militer digunakan jika negara sudah terancam," ujarnya.
Dengan adanya kasus penembakan ini, Kapuspen TNI mengimbau seluruh personel TNI yang sedang bertugas di Papua, untuk tidak terpancing emosi saat menghadapi konflik di Bumi Cendrawasih.
"TNI tidak akan membalas dendam. Kami juga sudah mengimbau prajurit di sana, untuk terus melakukan damai. Karena, yang terbaik untuk rakyat, terbaik juga untuk TNI," pesan Iskandar. (*)