TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA--Hari ini, Jumat (8/3/2013) Hari Perempuan sedunia diperingati sebagai perayaan besar yang diperingati setiap tahun sebagai wujud penghargaan untuk keberhasilan kaum perempuan dalam bidang ekonomi, politik dan sosial.
Namun, promblem perempuan di masa demokrasi sekarang sudah membaik?
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-Perjuangan, Eva K Sundari menegaskan problem perempuan di masa demokrasi tidak makin membaik.
Menurutnya, perempuan masih menghadapi bentuk kejahatan tinggalan jahiliyah yaitu kekerasan terhadap tubuh.
Kata Eva, Penetapan 2013 sebagai tahun darurat kejahatan seksual bagi perempuan dan anak merupakan sinyal buruk bahwa demokrasi belum mampu memberikan jaminan bagi kesejahteraan dan membaiknya status perempuan dan anak.
"Ini akibat negara abai melaksanakan tugas konstitusional berupa perlindungan bagi perempuan dan anak," tegas Eva kepada Tribunnews.com, di Kompleks Gedung DPR, Jakarta, Jumat (8/3/2013).
Menurutnya persoalan ini juga harus menjadi pemikiran bagi semua segmen pilar demokrasi. Termasuk media, lembaga legislatif, yudikatif, eksekutif maupun masyarakat sipil.
Semua elemen masyarakat merefleksi problem kemanusiaan warisan sejak ada peradaban, diskriminasi terhadap perempuan dan anak.
Mengutip data Komnas Perempuan, sepanjang 2012 lalu, terdapat 4.293 kasus kekerasan yang menimpa perempuan. Kasus kekerasan itu meliputi korban KDRT, pemerkosaan, penganiayaan hingga pelecehan seksual.
Tak hanya itu, tercatat ada juga 282 kebijakan yang isinya justru mendiskriminasikan perempuan. Salah satu aturan yang dijadikan contoh diskriminatif terhadap perempuan adalah UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.