TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu menuding komisioner Komisi Pemilihan Umum Ida Budhiati provokatif karena dalam satu wawancara di satu televisi swasta mengatakan tidak mau memutuskan PKPI peserta pemilu karena tak mau menanggung dosa turunan.
Ketua Bawaslu Muhammad menganggap Ida tak mencerminkan paham hukum dan jauh dari sikap intelektual. Pernyataan Ida yang provokatif ini disinggung Muhammad dalam sidang perdana dugaan pelanggaran kode etik KPU di DKPP, Jakarta, Jumat (22/3/2013).
"Atas pernyataan tersebut, kami tegaskan bahwa itu provokatif dan tidak mencerminkan intelektual hukum yang bersangkutan," tukas Muhammad, sambil menambahkan KPU diadukan ke DKPP karena melanggar sejumlah kode etik.
Pelanggaran kode etik yang dilakukan KPU menurut Bawaslu antara lain, merespon putusan Bawaslu yang meloloskan PKPI lewat sidang ajudikasi hanya lewat selembar surat. Surat yang dikeluarkan KPU ini adalah jawaban penolakan untuk tidak melaksanakan putusan PKPI.
Muhammad menjelaskan, dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu, mengatur aturan tegas, bahwa para pihak yang menolak putusan Bawaslu bisa ajukan gugatan ke PTTUN. Tapi penolakan KPU justru dibalas dengan mengirimkan surat yang ini tidak memiliki dasar hukum.
Bawaslu menilai KPU patut diduga melanggar azas kepastian hukum. Sebagai teradu dalam sidang pelanggaran kode etik, KPU harus bertanggungjawab. Bawaslu juga memohon DKPP untuk menyatakan KPU melanggar Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945, Peraturan Bersama KPU Bawaslu dan DKPP.
Usai persidangan, komisioner KPU Ida Budhiati enggan memberikan tanggapan panjang atas pernyataan Ketua Bawaslu Muhammad dalam persidangan. Ia mengaku akan menjawab tudingan Bawaslu dalam momen yang tepat. "Nanti saya akan jelaskan dalam kesempatan formal," tukas Ida.