TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasal yang memuat kumpul kebo di dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) membutuhkan pendalaman yang sangat panjang.
Anggota Komisi III DPR RI, Achmad Dimyati Natakusumah mengingatkan jangan sampai RUU ini diketok palu ternyata tidak bisa diterapkan di seluruh Indonesia.
"Ini akan berlaku dimana? Jangan sampai seperti UU Pornografi. Tidak berlaku di Bali misalnya. UU kan untuk memaksa supaya tidak terjadi kejahatan, kumpul kebo dan sebagainya. Maka itu harus dikaji mendalam dalam KUHAP. Bagaimana penelitian itu. Makanya kumpul kebo, santet, dan lainya perlu diatur dengan jelas," ujar Dimyati di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (23/3/2013).
Dimyati pun mewanti-wanti soal kumpul kebo dan nikah siri kaitannya dengan perzinahan.
"Harus dikaji ulang. Jangan sampai orang yang nikah siri itu dimasukan juga ke dalam kumpul kebo. Karena kumpul kebo itu kumpul tanpa nikah. Maka ini menjadi delik aduan, yang dilaporkan oleh keluarga atau masyarakat sekitar," tegasnya.
Dimyati menegaskan bahwa kumpul kebo berbeda perzinahan. Kumpul kebo, keduanya suka sama suka. Tinggal bersama namun tanpa ikatan pernikahan.
Sementara perzinahan juga atas suka sama suka namun keduanya sudah terikat pernikahan.
"Pasal 485 sudah jelas soal perzinahan. Kalau kumpul kebo kan suka sama suka, begitu diadukan. Nah ini yang nanti perlu penjelasan pemerintah apakah salah satu yang dihukum atau dua duanya. Supaya jelas di KUHAP," ujarnya.