TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Arahan Majelis Tinggi kepada Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat untuk memilih SBY menjadi Ketua Umum partai berlambang bintang mercy tersebut, dinilai oleh pengamat politik Universitas Indonesia (UI), Profesor Iberamsjah, sebagai langkah mundur demokrasi.
"Hal itu merupakan bentuk langkah mundur demokrasi, apa yang dilakukan oleh Majelis Tinggi Demokrat itu sangat tidak demokratis," ujar Iberamsjah, kepada Tribunnews.com, melalui sambungan telepon, Rabu (27/3/2013).
Apa yang dilakukan oleh Majelis Tinggi Demokrat itu bebernya merupakan pukulan telak terhadap pendidikan politik, tidak hanya di internal Partai Demokrat, namun juga bagi rakyat Indonesia.
"Ini sangat memukul pendidikan politik, dan akan muncul sinisme besar terhadap partai Demokrat," tuturnya.
Selain itu Iberamsjah juga melihat potensi kehancuran Demokrat, akibat langkah Majelis Tinggi tersebut. Hal itu dikarenakan kader Demokrat di akar rumput, merasa sakit hati karena telah dilangkahi, hak mereka untuk memilih.
Iberamsjah juga mengkritisi SBY yang telah menjilat ludahnya sendiri, ketika pada suatu kesempatan, meminta kepada jajaran menterinya untuk fokus bekerja bukannya fokus ke partai masing-masing.
"Kemunafikan SBY bukan barang lama, apa yang dilakukannya ini bisa mengakibatkan gunjang ganjing, sekarang lihat saja semua harga barang kebutuhan pokok pada naik, sebelumnya bawang sekarang cabai. Di negara Presidensial penanggungjawab tidak ada di tangan menteri tetapi di Presiden, karena dia Chief Eksekutif, penanggung jawab tunggal, bukan seperti di sistem parlementer dimana menteri bertanggung jawab pada parlemen," katanya.