Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Feryanto Hadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Ormas yang saat ini sedang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan Pemerintah, dinilai masih banyak kelemahan dan kekurangan.
Wahyu Wagiman selaku Deputi Direktur Pembelaan HAM untuk Keadilan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) menilai, apabila RUU ini disahkan, akan berimplikasi pada hak asasi manusia dan tumpang tindihnya regulasi lain.
Menurut Wahyu, menengok salah satu dasar pemikiran yang dikemukakan pemerintah dalam mengajukan revisi terhadap UU No.8 tahun 2008 yang menyebut bahwa UU Ormas tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman dan tidak layak pakai, dalam hal ini nantinya akan banyak adanya tumpang tindih terhadap Undang-undang lain.
"Masalahnya RUU Ormas akan tumpang tindih dengan UU Yayasan, UU koperasi dan Staalblad No. 1870-64 tentang Perkumpulan-Perkumpulan Berbadan Hukum," ujarnya dalam diskusi bertajuk 'RUU ORMAS: Melanggar HAM dan Membelenggu Kebebasan Dasar' di Bakoel Coffe, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2013).
Selain itu, imbuh Wahyu, di dalam pasal 61 RUU Ormas terdapat salah satu aturan tentang pelarangan Ormas menerima sumbangan berupa uang, barang maupun jasa dari pihak manapun tanpa mencantumkan identitas yang jelas.
"Sementara banyak ormas atau perkumpulan kecil yang dananya berasal dari sumbangan atau patungan dari anggotanya," ujarnya.
Ketatnya syarat administrasi juga menjadi perhatian ELSAM. Administrasi yang panjang dan biaya yang cukup besar dalam pendirian Ormas pasca pengesahan RUU, kata Wahyu, merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
"Dengan adanya pasal ini, secara tidak langsung menyebutkan bahwa yang dapat berkumpul dan berserikat adalah mereka yang memiliki uang banyak hanya untuk melengkapi persyaratan administratif saja."
"Lalu bagaimana dengan ormas yang banyak melakukan kerja-kerja. Di masyarakat namun tidak memiliki dana yang cukup untuk melengkapi syarat administrasi? Ini kan tidak fair," ungkap Wahyu.