TRIBUNNEWS.COM - Muhammad Jusuf Kalla menemui 80 diplomat muda di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Kamis (28/3/2013).
Dalam pertemuan yang berlangsung selama satu setengah jam, Jusuf Kalla berbagi pengalaman ‘diplomasi ala JK’ yang dilakukan semasa menjabat sebagai Wakil Presiden RI periode 2004-2009. Demikian keterangan pers yang dikirim ke redaksi Tribunnews.com, Jumat (29/3/2013).
Pengalaman Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden RI telah membawanya ke perundingan-perundingan penting bagi kemajuan bangsa Indonesia seperti dalam perundingan damai dengan GAM (2005) serta perundingan bilateral dengan berbagai negara seperti Malaysia (2006), Iran (2006), Jepang (2006-2007), Cina (2007) dan Amerika Serikat (2005-2008).
Tahun lalu, JK juga menjembatani perundingan Rohingya di Myanmar. Dengan gayanya yang khas, JK berbagi pengalaman negosiasi dengan 59 peserta Sekdilu (Sekolah Dinas Luar Negeri) Angkatan 37 dan 21 peserta Sesparlu (Sekolah Staf dan Pimpinan Luar Negeri) Angkatan 48.
”Dalam bernegosiasi perlu sikap yang tegas dan keras, namun bukan berarti kasar. Sikap tegas penting karena diplomat Indonesia membela kepentingan 250 juta rakyat Indonesia dalam hal apapun,” ujar Jusuf Kalla.
Pemaparan JK tentang pengalaman negosiasi membuka paradigma baru bagi para diplomat. Selain menekankan pentingnya analisis kepentingan pihak yang berunding, JK juga berbagai taktik dan teknik negosiasi kepada para peserta.
“Di dalam negosiasi yang mewakili Indonesia, harus tahu kapan saat menyatakan terima kasih dan maaf, harus di saat yang tepat. Itu taktik berdiplomasi,” ungkapnya.
Menurut JK, teknik diplomasi perlu menyesuaikan dengan budaya lawan diplomasi. Teknik diplomasi dalam perundingan di Myanmar yang memiliki budaya ketimuran tentu berbeda dengan diplomasi dengan Amerika Serikat.
Kunjungan JK mendapat sambutan meriah dari para peserta diklat. Dian Ardhini Hapsari, peserta Sekdilu Angkatan 37 mengatakan, “Ini pengalaman berharga bagi saya, karena kuliah dari Bapak Jusuf Kalla sangat inspiratif. Mudah-mudahan kami bisa mengikuti teladan negarawan besar seperti beliau. ”.
Jusuf Kalla menutup pertemuan dengan menekankan pentingnya menjalin persahabatan dengan negara-negara di dunia, terutama yang memiliki kesamaan nasib dengan Indonesia.
Memenangkan perundingan tingkat multilateral memerlukan dukungan dari negara lain, karenanya semakin banyak negara yang menjadi sahabat Indonesia, akan semakin baik.