News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Komite Etik KPK

Pemberantas Korupsi Harus Bersedia Terbuka

Penulis: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad (dua kanan) dan Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja (kanan) menerima surat putusan usai sidang kode etik pembocoran Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) atas nama Anas Urbaningrum dalam kasus Hambalang yang dilaksanakan secara terbuka untuk umum di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (3/4/2013). Anggota Komite Etik yang terdiri dari Anies Baswedan (Ketua), Tumpak Hatorangan Panggabean (Wakil Ketua), Abdullah Hehamahua, Bambang Widjojanto, dan Abdul Mukti Fajar memutuskan: Terperiksa satu, Abraham Samad dan terperiksa dua, Adnan Pandu Praja tidak terbukti secara langsung membocorkan dokumen KPK berupa Sprindik, tetapi kedua terperiksa terbukti telah melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan Kode Etik Pimpinan KPK dan oleh karenanya harus dijatuhi sanksi sesuai dengan tingkat kesalahannya. Abraham Samad dianggap melakukan pelanggaran sedang dan mendapat sanksi peringatan tertulis, sementara Adnan Pandu Praja dianggap melakukan pelanggaran ringan dan mendapat sanksi peringatan lisan. Warta Kota/Henry Lopulalan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Salah satu cara memperkuat soliditas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah dengan memangkas kebiasaan buruk pimpinan KPK yang gemar bertemu pihak eksternal tanpa koordinasi dengan pimpinan KPK lainnya.

"Temuan Komite Etik KPK tentang kebiasaan Abraham Samad sama dengan kebiasaan Chandra M Hamzah pada waktu menjabat pimpinan KPK," kata Ketua SETARA Institute Hendardi di Jakarta, Jumat (5/4/2013).

Hendardi mengatakan, tidak adanya sanksi atas perbuatan Hamzah waktu itu, diulang Abraham Samad yang tidak disoal Komite Etik dan juga tanpa sanksi memadai.

Dikatakannya, KPK bukan  berhala politik baru yang tidak pernah salah. Penolakan Ketua KPK Abraham Samad terhadap kloning BlackBerry dirinya padahal terperiksa lain bersedia dikoloning menandakan ada masalah serius.

Padahal, lanjut Hendardi, seorang pemberantas korupsi harus bersih berkali lipat dari para tersangka korupsi termasuk berkali lipat bersedia terbuka untuk menunjukkan dirinya bersih.

"Hasil kerja Komite Etik memang tampaknya berupaya "wise" tapi sangat minimal karena tidak timbulkan efek jera dan tidak berkontribusi pada penguatan standar etik KPK," kata Hendardi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini