Tribunnews.com, Jakarta - Temuan Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal pembocor Sprindik atas nama Anas Urbaningrum mulai diragukan sejumlah pihak.
Ini menyusul pernyataan Presenter TVOne Dwi Anggia yang menyebut keterangannya kepada Komite Etik KPK dipelintir.
Pakar Hukum Tata Negara, Dr Margaritho Kamis, menegaskan pengakuan Anggie itu memaksa kita untuk menyatakan bahwa kadar etika Komite Etik rendah.
"Pernyataan itu juga memaksa kita untuk meragukan kredibilitas dan derajat validitas temuan Komite Etik KPK itu," kata Margarito ketika dikonfirmasi Tribunnews.com, Sabtu (6/4/2013).
Margaritho mengatakan mau tidak mau sejumlah pihak harus mempertanyakan seluruh derajat objektifitas Komite Etik, sekaligus derajat sanksi yang dijatuhkan kepada Ketua KPK Abraham Samad.
"Tentu ini sayangkan," kata dia.
Menurut Margarito hal ini tidak bisa dibiarkan. Dia berharap personil anggota Komite Etik KPK harus minta maaf kepada Dwi Anggia atas pelintiran pernyataannya itu.
"Nama baik Dwi Anggia harus dipulihkan. Bila tidak meminta maaf itu saja dengan menurunkan martabat Anggie, juga menurunkan martabat KPK," kata dia.
Agar hasil kerja Komite Etik tidak disebut abal-abal maka Ketua Komite Etik KPK Anies Baswedan harus menjelaskan dan sekali lagi minta maaf kepada Anggie.
Menurut Margaritho Komite Etik KPK tidak diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Komite Etik hanya diatur dalam Peraturan KPK Nomor 5 tahun 2006.
"Dalam peraturan ini, Komite etik dibentuk untuk hal-hal yang berkaitan misbehavior pimpinan KPK. Bagaimana pertanggung jawabnya? dalam peraturan ini Komite etik dibentuk dan bertanggung jawab kepada pimpinan KPK," kata Margarito Kamis.
Lalu bagaimana dengan hirarki peraturan ini? Kata Margarito Kamis, jelas lebih rendah dari PP apalagi UU. "Tetapi dilihat dari sudut hukum tata negara peraturan ini tetap sah sebagai hukum," kata dia. (Aco)