Tribunnews.com, Jakarta - Wiwin mengaku tidak ada timbal balik berupa materi uang maupun jabatan dengan pembocoran Sprindik Anas.
"Tidak ada timbal balik sama sekali. Saya pastikan, saya yakinkan Anda, bahwa tentang itu sudah selesai," ujarnya.
"Ketika saya diperiksa Komite Etik, mereka menanyakan hal yang sama dengan apa yang Anda tanyakan," tambahnya.
Ia mengaku saat diperiksa Komite Etik ditanya nominal uang yang diberikan Tri Surahman dengan pembocoran Sprindik Anas. Namun, Wiwin membantahnya. Bahkan, Wiwin mengaku sempat geram dan tersinggung dengan pertanyaan Ketua Komite Etik KPK, Anie Baswedan.
"Pak Anies tanya saya, Kamu dapat berapa dari Tri Surahman. Saya jawab, mohon maaf Prof, saya tersinggung dengan pertanyaan Anda. Saya masih punya kehormatan, saya masih punya harga diri di sini. Saya masih punya idealisme. Dan saya tidak ingin menjual itu hanya karena saya gila materi," paparnya.
Karena KPK memiliki alat dan teknologi canggih untuk penanganan perkara, Wiwin sudah mempersilakan pihak KPK untuk menyebarkan tim intelejennya. "Silakan lacak rekening saya, silakan lacak rekening adiknya," kata putra kedua dari empat bersaudara itu.
Wiwin pun tak menolak saat data-data dari kedua teleponnya genggamnya dikloning oleh pihak KPK. Itu dilakukan untuk menelusuri keterlibatan Wiwin dalam pembocoran Sprindik Anas.
"Bos, kedua hp saya ini dikloning sama mereka untuk melacak, apakah saya pernah berkomunikasi dengan orang partai, termasuk dengan orang Istana (staf Kepresidenan) yang namanya Imelda," ungkapnya.
Hasil kloning data telepon genggam itu, tak ditemukan adanya komunikasi dengan pihak luar terkait pembocoran Sprindik Anas.
"Hasilnya yah enggak ada komunikasi. Mereka (Komite Etik KPK) cuma menemukan komunikasi (BBM) saya dengan Irmanputra Sidin dan Alvon Kurnia. Irman itu senior saya di kampus Unhas. Saya memberitahukan Sprindik itu ke Irman karena cuma kedekatan emosional saya sebagai sesama kampus. Saya hanya berikan kepada Tri Suharman dan Rudy Polycarpus,"ujarnya.
"Seandainya ada komunikasi dengan orang partai politik, misalnya dengan Syarief Hasan (Menkop dan UKM, petinggi Partai Demokrat), tokoh-tokoh Partai Demokrat, dan misalnya data komunikasi itu saya hapus, kan KPK punya alat teknologi dan bisa buka lagi. Itu sih gampang sekali KPK temukan itu. Dan saya pasti menolak mati-matian saat kedua hp saya diminta kalau misalnya di hp saya ada komunikasi dengan orang partai, orang Demokrat. Di hp saya tidak ada sekali nomor ataupun kenalan orang partai. Justru daftar kontak BBM saya lebih banyak teman-teman media," paparnya.
* Alasan Pilih Wartawan dan Media
Wiwin mengaku memilih Tri dan Poly sebagai wartawan yang diberitahukan dan diberikan draf Sprindik Anas karena alasan sudah mengenal dekat keduanya. Selain itu, Wiwin menganggap koran Tempo menjadi koran rujukan berita hukum untuk publik.
Ia mengaku tidak memilih televisi karena tujuan awalnya adalah untuk memberitahukan materi kepada publik bahwa Anas sudah menjadi tersangka Hambalang melalui penunjukan draf Sprindik.
"Sejak awal pun saya tidak mau mencari populeritas lewat tv," tandasnya.
Wiwin membantah saat Tribun mengkonfirmasi kabar adanya deal atau perjanjian timbal balik jabatan tertentu dengan koran Tempo terkait pembocoran Sprindik Anas ini.
"Enggak ada, ini hanya karena pertemanan," ujarnya.
"Enggak ada deal-dealan. Siapa sih Tri Suharman itu. Saya yakinkan Anda, tidak ada deal-dealan itu. Ini pure karena saya katakan tadi. Justru saya ingin tanyakan Anda, apa yang membuat Anda curiga dengan saya, silakan tanyakan semua," ujarnya. (coz)