TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum dari Universitas Indonusa Esa Unggul, Refly Harun menduga jika pejabat hukum yang menangani kasus tindak pidana yang dilakukan Gayus Tambunan.
Dugaan tersebut, disampaikan Refly menanggapi temuan masyarakat perihal pembelian rumah mewah oleh keluarga Gayus Tambunan di depan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung.
"Artinya masih ada (dugaan) harta Gayus yang tidak terlacak, kalau benar dia (keluarga Gayus) membeli (rumah tersebut)," kata Refly kepada Tribunnews.com, Minggu (14/4/2013).
Diketahui, pada 1 Maret 2012, Gayus Tambunan divonis bersalah Pengadilan Tipikor dalam empat dakwaan.
Dalam dakwaan pertama, Gayus terbukti melanggar Pasal 12 huruf B ayat 1 dan 2 junto Pasal 65 ayat 1 KUHP, karena menerima suap senilai Rp 925 juta dari Roberto Santonius, konsultan pajak PT Metropolitan Retailmart terkait kepengurusan keberatan pajak perusahaan tersebut.
Pada dakwaan kedua, Gayus terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Undang Undang Nomor 20 tahun 2001. Soalnya, pada Juni 2010, Gayus menerima gratifikasi berupa uang sebesar 659.800 dollar ASt dan 9,6 juta dollar Singapura selama menjadi petugas penelaah keberatan pajak. Penerimaan itu tidak dilaporkan ke KPK, melainkan disimpan di safe deposit box Bank Mandiri Kelapa Gading.
Dalam dakwaan ketiga, Gayus terbukti melanggar ketentuan Pasal 3 ayat 1 huruf a Undang Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Soalnya, dia menempatkan harta kekayaan berupa uang Rp 925 juta, 3,5 juta Dolar Amerika Serikat, 659.800 dollar AS, serta 9,6 juta dollar Singapura dan 31 keping logam mulai masing-masing 100 gram, yang diketahui merupakan hasil tindak pidana.
Pada dakwaan keempat, Gayus terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang Undang Tipikor jo Pasal 64 ayat 1 KUHP, karena memberikan uang suap kepada sejumlah petugas Rumah Tahanan Negara Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat pada tahun 2010, termasuk kepada Kepala Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Kompol Iwan Siswanto.
Majelis Hakim memvonis Gayus Halomoan Tambunan selama enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar, subsider empat bulan penjara. Selain itu pengadilan juga memutuskan harta Gayus bernilai di atas Rp100 miliar dirampas untuk negara. Sementara saat ditingkat Banding, Majelis Hakim Pendilan tinggi DKI Jakarta memberatkan vonis Gayus menjadi 8 tahun.
Informasi dan data dikumpulan Tribun tidak hanya mertua Gayus yang membeli rumah di sekitar Lapas Sukamiskin, bahkan istri Gayus juga elite tidak jauh dari Lapas Gayus menjalani hukuman.
Refly sendiri tidak mau berspekulasi jauh terkait dugaan penyimpang kewenangan pihak Lapas Sukamiskin. Menurutnya, sebagamana visi Lapas, dia berharap agar petugas bisa bertanggung jawab atas pekerjaannya, sehingga tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan narapidana yang dapat keluar masuk tahana n dengan bebas.
"Yang jelas, sekuriti harus ketat, biar narapidana tidak tinggalkan lapas pada jam tertentu seperti diduga bnyak pihak," ujarnya.
Kendati demikian, saat ditanya sanksi apa yang tepat jika pejabat berwenang menemukan pelanggaran oleh pejabat Lapas, Refly dengan tegas mendesak agar langsung dipecat pejabat tersebut.
"Pecat, jagan tanggung-tanggung," ujarnya. Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara tak sengaja sempat mendatangi kediaman Dayu Permata, yang tak lain adalah ibu Milana Anggraeni alias Rani atau ibu mertua Gayus, di Jalan Pacuan Kuda 22A, persis di depan Lapas Wanita Sukamiskin, Kamis (11/4/2013).
Semula penyidik KPK datang ke lokasi tersebut hendak menginventarisasi aset milik Toto Hutagalung, tersangka kasus suap hakim Setyabudi Tejocahyono, sebesar Rp 150 juta. Namun, ternyata rumah milik Toto yang berdiri di atas tanah seluas 743 meter persegi itu sudah pindah tangan dan dibeli oleh Dayu, ibu mertua Gayus, seharga Rp 850 juta.
Menurut penelusuran Tribun Jabar (Tribunnews.com Network) di lapangan, bukan hanya ibu mertua Gayus ternyata yang memiliki rumah yang lokasinya tak jauh dari lapas Sukamiskin. Istri Gayus, Milana Anggraeni alias Rani, juga menempati sebuah rumah di kawasan perumahan elite.
Hingga berita ini diturunkan, Tribunnews.com masih berusaha menghubungi pihak Kementerian Hukum dan HAM.