TRIBUNNEWS.COM - Kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang akan berlaku efektif mulai 1 Januari 2025 mendapat sorotan publik, salah satunya mengenai dampak kenaikan tarif PPN terhadap tabungan masyarakat.
Menanggapi hal ini, pemerintah memastikan bahwa dampak kebijakan ini terhadap tabungan masyarakat tidak signifikan karena inflasi saat ini berada pada level yang terkendali.
Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Kacaribu, inflasi saat ini tercatat rendah, yaitu sebesar 1,6 persen. Meski kenaikan tarif PPN diperkirakan memberikan tambahan inflasi sebesar 0,2 persen, angka tersebut tetap berada dalam target APBN 2025, yaitu pada kisaran 1,5% hingga 3,5%.
“Inflasi akan tetap dijaga rendah sesuai target APBN. Dengan demikian, dampaknya terhadap penurunan tabungan masyarakat juga tidak akan signifikan,” ujar Febrio dalam keterangan persnya (21/12/2024).
Selain menjaga inflasi, pemerintah juga optimis terhadap pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan tetap kuat. Pada tahun 2024, ekonomi diperkirakan tumbuh di atas 5,0%, sementara untuk tahun 2025, target pertumbuhan sebesar 5,2% sesuai APBN diyakini dapat tercapai.
Dampak kenaikan PPN terhadap pertumbuhan ekonomi juga dinilai minimal. Hal ini mencerminkan keberlanjutan aktivitas ekonomi yang stabil, yang akan menopang daya beli masyarakat dan kemampuan masyarakat untuk menabung.
Baca juga: Pemerintah Pastikan Kenaikan PPN 12 Persen Tidak Abaikan Kelas Menengah di Tengah Maraknya PHK
Ekonom Permata Bank Joshua Pardede menyebut, kenaikan PPN menjadi 12?pat memengaruhi perilaku tabungan masyarakat, terutama melalui dampaknya pada konsumsi rumah tangga dan daya beli. Sementara itu, ia menyebut bahwa konsumsi masyarakat menengah ke bawah kemungkinan tetap terjaga karena barang kebutuhan pokok tetap bebas PPN dan adanya stimulus subsidi listrik dan pangan.
“Dalam beberapa tahun terakhir, pergeseran konsumsi ke tabungan dan investasi, terutama dalam bentuk SBN retail, semakin terlihat. Lebih lanjut, kenaikan harga barang konsumsi karena PPN dapat mempercepat tren ini, karena masyarakat mencari alternatif seperti menabung atau berinvestasi untuk melindungi nilai uang mereka. Jadi secara keseluruhan, tabungan masyarakat berpenghasilan tinggi diperkirakan tidak akan terpengaruh,” ungkapnya kepada Tribunnews, Senin (23/12/2024)
Bantuan dan Stimulus Sebagai Bantalan
Untuk memastikan dampak kebijakan ini tidak memberatkan masyarakat, pemerintah juga telah menyiapkan beberapa program bantuan langsung dan kebijakan fiskal terukur.
Dalam acara Konferensi Pers Paket Kebijakan Ekonomi Untuk Kesejahteraan di Kemenko Perekonomian, Senin (16/12/2024), Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan, stimulus ekonomi ini dilakukan untuk mendukung sektor produktif baik di bawah Kementerian Perindustrian, Kementerian Perumahan dan Permukiman dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, penciptaan kesempatan kerja serta optimisme di dalam masyarakat.
"Maka paket stimulus ini dibuat sekomplit mungkin. Untuk rumah tangga ada bantuan pangan bagi kelompok yang paling membutuhkan. Ada PPN DTP untuk barang-barang yang dikonsumsi paling sering seperti tepung terigu, gula, terutama gula untuk masukkan ke industri dan minyakita," ujar Sri Mulyani.
Salah satu langkah utama adalah penyaluran bantuan pangan berupa 10 kilogram beras per bulan kepada 16 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) selama Januari hingga Februari 2025.
Baca juga: Sesalkan PDIP Tolak PPN 12 Persen, PSI: Ketua Panja dari Mereka, Sekarang Pahlawan Kesiangan
Selain itu, pemerintah juga akan memberikan diskon listrik sebesar 50% selama dua bulan untuk pelanggan dengan daya 450 hingga 2200 VA.