TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA---Gubernur Aceh Zaini Abdullah, Selasa (30/4/2013) menemui Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar. Pertemuan dihadiri Ketua Forbes DPR/DPD RI M Nasir Djamil membahas qanun lambang dan bendera Aceh.
"Kedatangan kami bermaksud mencari solusi mengenai beda persepsi soal di-qanun-kannya lambang dan bendera di Aceh,” kata Zaini Abdullah.
Gubernur menegaskan bahwa lambang dan bendera Aceh bukan sebagai lambang dan bendera kedaulatan. "Itu tidak pernah terjadi, Aceh sekarang sudah damai setelah mengalami konflik selama 30 tahun, kemudian berdamai di Helsinki dalam masa enam bulan," katanya.
Gubernur Zaini menyatakan, dengan adanya perdamaian, itu artinya bahwa bendera kedaulatan adalah bendera Republik Indonesia, merah putih. "Tidak ada maksud Aceh keluar dari Indonesia. Saya kira, beda persepsi inilah yang kami harapkan mendapat solusi yang bijaksana, ” ucap Zaini.
Menanggapi pertanyaan bahwa pemerintah Pusat mempermasalahkan bendera Aceh sama dengan bendera GAM, Zaini menerangkan “Saya kira begini, kalau ditanya soal itu kepada saya, sebagai gubernur saya tidak bisa menentukan itu. Karena domain-nya ada di DPR sebagai wakil rakyat yang menetapkan suatu UU atau qanun yang disebut di Aceh,” tegas Zaini.
Ketua Forbes Nasir Djamil sependapat bahwa harus ada jalan keluar untuk menyamakan persepsi tentang lambang dan bendera.
"Dalam pertemuan itu, Ketua MK menyampaikan bahwa Negara dalam UUD 1945 mengakui satuan pemerintahan yang bersifat khusus. Karenanya pengaturan bendera dan lambang Aceh merupakan satu kekhususan yang dimiliki aceh yang merupakan perintah langsung dari UUPA," kata Nasir.
Ia juga mengatakan, Pemerintah tak perlu kuatir dengan bendera dan lambang Aceh selama kedua simbol itu bukan dimaksudkan untuk memisahkan diri dari Indonesia.
Dalam pertemuan itu Ketua MK didampingi Ketua Panitera dan sejumlah staf MK. Pertemuan berlangsung selama 1 jam dan tertutup.