TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Pramono Anung menilai ada yang salah dalam sistem Pemilu yang proporsional terbuka. Sistem ini pula yang akan dipakai dalam Pemilu 2014.
Karena, imbuhnya, dalam sistem proporsional terbuka, akan semakin meningkatkan jumlah dana yang harus dikeluarkan Caleg dari periode ke periode.
"Maka wajah DPR kedepan akan didominasi para pengusaha. Saya menduga pada tahun 2014, dibandingkan tahun 2009 akan ada kenaikan biaya dua kali," ungkap Politisi PDI Perjuangan ini, dalam diskusi di Kompleks Gedung DPR, Jakarta, Kamis (2/5/2013).
Besaran dana yang dikeluarkan Caleg 2014, akan meningkat dua kali lipat, karena sistem ini akan membuat lamanya masa kampanye. Hal ini tidak seperti pada periode pemilu 2009 lalu.
Kata dia, pada Pemilu 2009, hanya ada waktu 3 bulan buat para Caleg untuk mengadakan sosialisasi dan kampanye kepada masyarakat.
Namun sekarang, imbuhnya, satu tahun sebelum pemilu, bahkan lebih, semua Caleg sudah turun ke lapangan jor-joran, bersaing.
"Saya yakin biayanya ini akan bisa dua kali lipat," ucapnya.
Lebih lanjut masih berdasarkan disertasinya, terkait jumlah dana yang dikeluarkan artis untuk menjadi anggota DPR jauh lebih rendah dibandingkan dengan para pengusaha.
Untuk artis, dana yang dikeluarkan pada 2009 sekitar Rp300-800 juta. Sedangkan pengeluaran aktivis Partai antara Rp800 juta hingga Rp1,3-1,4 miliar.
Sementara itu, Pengeluaran TNI-Polri dan Birokrasi itu lebih tinggi antara Rp800 miliar-Rp1,8 miliar. Sedangkan pengusaha itu paling rendah Rp1,5 miliar dan paling tinggi Rp6 miliar.
"Kalau tahun 2009 rata-rata yang ditemukan dalam disertasi saya, itu sekitar Rp1,2-1,5 miliar. Saya menduga, rata-rata biaya yang akan dikeluarkan pada pemilu 2014 itu di atas Rp2 miliar," ujarnya.
Akibat dari ini pula, imbuhnya, munculnya para pengusaha akan lebih besar menjadi anggota DPR periode 2014-2019. Dan bila itu yang terjadi--para penguasa mendominasi kursi DPR, maka ini akan sangat membahayakan wajah demokrasi Indonesia.