Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum PAN Drajad Wibowo menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggunakan adat Jawa untuk meminta PKS keluar dari koalisi setgab. "Mungkin karena PKS sering tidak sejalan denga kebijakan pemerintah," kata Drajad kepada wartawan, Kamis (13/6/2013).
Drajad mengatakan cara Jawa biasanya tersirat melalui bahasa sinyal atau bahasa tubuh. Namun jelas dimengerti oleh mereka yang bertata-krama dan atau memahami budaya Jawa.
"Misalkan kalau ada tamu yang kemalaman tapi tidak pulang-pulang, pemilik rumah berdehem, melihat jam atau yang paling kasar mengatakan "sampun ndalu nggih". Tamu akan tahu diri bahwa sudah saatnya dia pergi," imbuhnya.
Drajad mengaku tidak berhak mengomentari kenapa PKS belum membaca cara Jawa. "Apakah PKS menunggu bahasa yg eksplisit menyuruh pergi? Apakah ini strategi pencitraan supaya terlihat "dizholimi"? Saya tidak tahu jawabannya," ujarnya.
Ia menyarankan akan lebih ksatria kalau sebuah partai itu bersikap totalitas. Bila bergabung dengan koalisi maka totalitas untuk bekerja, demikian juga bila oposisi.
"Kalau soal kinerja pemerintahan, kuncinya di tangan Presiden. Presiden berkuasa penuh apakah jalannya pemerintahan akan tersendat atau tidak," ujarnya.
Drajad mengatakan dinamika di parlemen akan lebih sulit ditebak setelah PKS keluar dari koalisi. "Namun itu adalah realitas politik yang mana pemerintah harus siap menghadapinya. Sudah mau jadi pemerintah, ya harus siap dengan segala konsekwensinya," tuturnya.