TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Iklan layanan masyarakat Pemerintah yang gencar menyosialisasikan alasan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), seperti 'Alihkan subsidi untuk masyarakat miskin' tak sepenuhnya publik percaya.
Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Adjie Alfaraby menilai, sosialisasi kenaikan harga BBM memang gencar lewat berbagai media seperti spanduk, pesan pendek, iklan media massa, sebanyak 65,70 persen publik melihatnya.
"Tapi 40,60 persen mayoritas publik menyatakan ragu-ragu dengan materi iklan tersebut untuk pengurangan subsidi demi kepentingan rakyat kecil," ujar Adjie dalam rilisnya di kantor LSI, Jakarta, Minggu (23/6/2013).
Sementara mereka yang menyatakan tidak percaya dengan sosialisasi alasan pemerintah tersebut sampai 25,30 persen, dan 22,20 persen menyatakan percaya, dan sebanyak 11,9 persen tidak menjawab.
Menurut Adjie, persepsi publik di atas adalah hasil survei dengan quick poll yaitu menggunakan handset LSI yang dipegang 1200 responden dari seluruh provinsi Indonesia pada 18-20 Juni 2013. Metodenya multistage random sampling.
Kendati begitu, kompensasi Pemerintah atas naiknya harga BBM, salah satunya lewat Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) berupa Rp 150 ribu per bulan untuk warga miskin, disetujui sekitar 58,92 persen publik. Hanya 29,12 persen tidak setuju.