TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pada tanggal 2 Juli 2012, melalui mekanisme voting DPR akhirnya mengesahkan RUU Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) sebagai undang-undang ditengah berbagai protes, keberatan dan demonstrasi penolakan dari berbagai kelompok masyarakat.
Menurut Direktur Eksekutif ELSAM Indriaswati Dyah Saptaningrum, keputusan DPR untuk terus mengesahkan RUU yang sarat dengan pasal-pasal kontroversi ini sangat disesalkan karena secara jelas menunjukkan bertentangan orientasi antara anggota DPR dengan masyarakat yang akan diatur melalui UU ini.
"Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mengecam keras keputusan ini sebagai sebuah kemunduran fundamental dari proses demokratisasi yang telah dimulai semenjak reformasi 1998. Keputusan DPR ini jelas membuka kembali jalan bagi berlakunya rejim yang represif terhadap kemerdekaan berekspresi dan berorganisasi yang merupakan hak asasi yang dijamin konstitusi," ujarnya dalam keterangan pers yang diterima Tribunnews.com, Rabu (3/7/2013).
Ia menyebut Pengesahan RUU ini juga menunjukkan masih terus berlangsungnya praktek politik transaksional di badan legislatif dimana kebijakan publik dihasilkan dari proses transaksi politik dengan mengabaikan kualitas produk legislatif itu sendiri.
Ia membeberkan bahwa seperti telah diberitakan oleh media, ELSAM secara sendiri maupun bersama berbagai masyarakat sipil dari berbagai daerah dan koalisi masyarakat untuk kebebasan berserikat (KBB) secara terus menerus telah menyampaikan keberatan atas rancangan undang-undang Ormas, yang berpusat pada:
Pengaturan dalam pasal-pasal menunjukkan paradigma RUU dimana masyarakat sipil dipandang sebagai ancaman terhadap negara dan pemerintah dan karenanya perlu dikontrol dan diatur. Pandangan ini jelas bertentangan dengan realitas dan kontribusi nyata masyarakat sipil yang ditunjukkan semenjak proses transisi politik tahun 1998. Paradigma yang dikukuhkan melalui keputusan DPR mengesahkan RUU ini jelas menghidupkan kembali paradigma yang sama yang berlaku pada masa Orde Baru.
Ia menyebut Pasal-pasal yang diatur dalam RUU Ormas jelas telah diatur oleh berbagai undang-undang lain, kecuali pasal-pasal yang berisi pengetatan kontrol dan peningkatan sanksi pidana dan sanksi hukum lain. Melalui pengaturan ini masyarakat sipil tak hanya akan berhadapan dengan alat represi negara melainkan juga gugatan dari pihak ketiga melalui sanksi perdata.
Pasal-pasal ini jelas bermasalah karena tidak dirumuskan secara rigid dan tegas sehingga bersifat intepretatif dan lentur. Pasal-pasal ini menambah panjang daftar ketetuan represif yang senada di berbagai undang-undang seperti UU ITE, Intelijen, dan Penanganan Konflik Sosial. Ketentuan tersebut jelas merupakan ancaman nyata bagi organisasi masyarakat yang bekerja untuk membongkar kasus korupsi, pelanggaran HAM dan kekerasan oleh perangkat negara.
"Oleh karena itu, ELSAM menyerukan Seluruh elemen masyarakat sipil untuk segera meneruskan perlawanan secara konstitusional dengan mendukung upaya pengujian kembali UU Ormas ke Mahkamah Konstitusi," tandasnya.