TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Benny Mamoto membantah pihaknya memeras Helena.
Melalui sambungan telepon kepada Tribunnews.com, Benny menjelaskan bahwa kasus pencucian uang dalam kasus narkoba itu, masih berjalan.
"Kasus Helena masih berjalan penyidikannya, dan sudah digelar instansi terkait. BII, Bareskrim hadir, PPATK, Ditjen Pajak, BNN, kami gelar (perkara) bersama. Kesimpulannya, masih perlu penyidikan lebih lanjut," kata Benny, Jumat (5/7/2013).
BNN, lanjutnya, mendapat laporan PPATK, dan sudah diselidiki. Setelah diskusi dengan institusi terkait, papar Benny, penyelidikan kasus tersebut dilanjutkan.
"Sementara, ada makelar kasus datang dan memaksa kasus itu dihentikan, dan meminta rekening yang diblokir dibuka. Kalau tidak mau dibuka, dia mengancam mau melaporkan," ungkapnya.
Benny menuturkan, pihaknya telah bertindak transparan dan profesional dalam penanganan kasus tersebut.
"Kalau kami bertindak secara profesional, transparan, kemudian tidak menuruti keinginan pihak yang kami periksa, apa itu pemerasan? Lain kalau kami sembunyi-sembunyi, tidak mengundang instansi lain, ditutup-tutupi terus dihentikan, rekeningnya dibuka, dibagi-bagi, baru itu penjahat namanya," bebernya.
Benny melihat dua peristiwa yang beriringan, yaitu ramainya pemberitaan pelaporan dirinya ke Bareskrim, serta datangnya seorang perwira menengah polisi ke Gedung BNN dan mengambil dokumen, merupakan bagian dari rekayasa para mafia narkoba untuk melemahkan BNN.
"Ada oknum-oknum yang tidak suka dengan operasi BNN," ucapnya.
Ditanya siapakah oknum-oknum yang merasa terganggu, Benny menegaskan oknumnya anggota Polri.
"Ya, oknum Polri," ujarnya.
Peristiwa masuknya Kompol AD dengan cara menyelinap ke Gedung BNN dan mengambil sejumlah dokumen, menurut Benny sangat memalukan.
"Sangat memalukan dan merusak citra Polri," cetusnya. (*)