TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyelenggara pemilu diminta ikut juga melakukan pendidikan pemilih, tak terkecuali pemilih difabel, seperti tuna rungu. Karena keterbatasannya, pemilih tuna rungu membutuhkan model komunikasi berbeda dari orang kebanyakan, tapi kerap dilupakan.
Koordinator Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat (PPUA Penca) Heppy Sebayang mengatakan, teman-teman dari pemilih tuna rungu membutuhkan model komunikasi lewat penerjemah bahasa isyarat.
"Tapi itu sering kali tidak terpikirkan oleh penyelenggara kalau tidak diingatkan. Misalnya waktu penyampaian visi dan misi calon presiden dan calon wakil presiden," ujar Heppy di Media Center KPU, Jakarta, Rabu (10/7/2013).
Heppy menambahkan, sebetulnya komunitas pemilih difabel sudah memutuskan dan meminta KPU menyediakan adanya penerjemah bahasa isyarat seperti berita jaman dulu di TVRI. Sehingga informasi apapun itu terkait pendidikan pemilih juga dipahami pemilih difabel.
Heppy menegaskan pihaknya akan menyoroti bagaimana konsistensi KPU memberikan pendidikan dan sosialisasi pemilih juga menyasar ke kaum disfabel lewat produk-produknya. Pihaknya mengaku sudah memberi banyak masukan kepada KPU untuk merealisasikannya.
"Misalnya masukan dalam iklan layangan masyarakat yang tak disertai alih bahasa. Bagi teman-teman tuna rungu seperti menonton tv tanpa suara. Jadi hal-hal yang kita usulkan, dari produk maupun metode sosialiasinya betul-betul dapat diakses," katanya.