Yanuar menampik kalau uang yang diterima kliennya itu bertujuan suap. "Nggak benar itu (terima suap). Terima dari Pirooz, bukan dari Alstom," tegasnya.
Kendati demikian, Yanuar tak menjelaskan detail berapa jumlah uang yang diterima Emir dari Pirooz. Ia hanya berharap KPK memanggil Pirooz untuk dikonfrontir. Pirooz disebut-sebut orang yang mengenalkan Emir ke pihak PT Alstom. Seperti diketahui, Alstom merupakan perusahaan pemenang tander untuk menggarap proyek PLTU Tarahan.
"Menurut klien kami, yakin Pirooz jualan namanya. Ini lho saya kenal dengan anggota parlemen Indonesia," kata Yanuar menirukan Emir. Ketika ke Paris, Emir bertemu Pirooz. Dari sana, Pirooz mengundang Alstom untuk bertemu politisi PDIP itu.
Namun tak dijelaskan Yanuar, apa yang dibicarakan dari pertemuan Paris itu. "Begini, Emir ke Paris kemudian Pirooz kebetulan di situ. Di situ diundanglah (Alstom)," tandasnya.
Yanuar menegaskan penahanan Emir tanpa bukti kuat. Penahanan kemarin dianggap akibat KPK tak bisa menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), lalu memaksakan menahan Emir.
"Institusi hukum yang diberikan kewenangan begitu besar sampai-sampai kemudian tidak ada SP3, ya begini ini jadinya," tegasnya.
Ia menilai pimpinan KPK sudah terlanjur malu, hingga akhirnya tak menghentikan penyidikan, kendati tak memiliki bukti kuat. "Kan repot, sudah telanjur menetapkan Emir sebagai tersangka. Apa yang terjadi, mereka tak bisa SP3, malu melimpahkan ke Kepolisian. Yang terjadi kemudian Emir ditahan," tandasnya.
Yanuar mengungkapkan, Emir bukan diperiksa selama enam jam, sejak tiba di KPK. Emir hanya diajak ngobrol selama satu jam. "Jadi, omong kosong kalau tadi mereka menemukan fakta dalam pemeriksaan Emir," tegasnya.(tribunnews/win/fer)