TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bentrokan antara warga dengan massa Front Pembela Islam (FPI) di Kendal, Jawa Tengah tentunya harus menjadi pelajaran bagi Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dalam melakukan aksinya.
Meskipun niatnya baik melakukan sweeping terhadap tempat maksiat, tetapi cara dan tindakannya tidak dibenarkan dengan undang-undang dan peraturan yang ada di Indonesia tentunya tidak bisa dipandang sebagai perbuatan yang benar.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Poln Agus Rianto menjelaskan bahwa kemerdekaan dan kebebasan berserikat, berkumpul, serta membentuk organisasi merupakan hak setiap warga negara dan itu diatur undang-undang.
“Implementasinya semua komponen masyarakat yang membentuk organisasi harus sesuai dengan undang-undang, yang dibentuk apapun itu. tujuannya termasuk sosial, tentu kita berharap semua bermuara mendukung upaya-upaya ketertiban, keamanan, dan kondusifitas situasi lingkungan kita,” kata Agus Rianto di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (19/7/2013).
Bila suatu Ormas tidak mendukung terciptanya kemananan dan ketertiban atau keluar dari ketentuan yang berlaku, dikatakan Agus tentunya ada lembaga yang mengawasinya dalam hal ini Kementrian Dalam Negeri sebagai pihak yang membidangi keormasan.
“Nantinya Polri akan memberikan masukan rekomendasi kepada pihak-pihak terkait termasuk Ormas tersebut untuk kembali ke format dasar, tujuan dasar dibentuknya organisasi tersebut,” ungkapnya.
Dalam kegiatan yang melakukan pengerahan massa seperti konvoi yang dilakukan FPI di Kendal tentunya harus juga memperhatikan ketertiban. Pihak FPI bisa meminta kepolisian untuk menjaganya dengan syarat harus ada orang yang bertanggungjawa atas kegiatan tersebut serta tujuannya jelas.
“Untuk kegiatan yang dilakukan dalam rangka proses apapun itu namanya razia sweeping sesuai dengan undang-undang, selain aparat yang ditunjuk itu tidak dibenarkan, kita imbau kelompok masyarakat yang lakukan razia itu tidak dilakukan,” katanya.