Pada tahun 2009, kontribusi Sulawesi terhadap PDB mencapai 4,72%, dan pada tahun 2011 naik menjadi 4,87%. Kendati mengalami sedikit penurunan, Kalimantan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap PDB, yakni sebesar 8,63% pada tahun 2009 dan 8,46% pada tahun 2011.
“Tidak bisa dipungkiri, ketimpangan distribusi pendapatan ternyata semakin melebar semenjak tahun 2009 dan masih merupakan tantangan besar di Indonesia,” kata Mellyana.
“Pada tahun 2009 indeks Gini (disparasi pendapatan) sebesar 0,37, sedangkan pada tahun 2012 meningkat menjadi 0,41,” tambahnya.
Meskipun daya tahan perekonomian Indonesia mengesankan dengan ditandai dengan pertumbuhan di atas 6% selama 2010-2012 di tengah situasi global yang tidak kondusif, daya saing global Indonesia agak stagnan selama empat tahun terakhir.
Salah satu kelemahan utama adalah faktor institusi. Variabel institusi Indonesia stagnan pada nilai empat (4) dari skala tujuh (7).
Selain faktor institusi, defisit infrastruktur, teknologi dan inovasi juga merupakan faktor-faktor yang mengakibatkan stagnannya daya saing global Indonesia. Semua faktor yang tersebut terakhir berada pada skor 3-4 dari skala 7 yang digunakan World Economic Forum.
Menurut World Economic Forum (dalam Global Competitiveness Report 2012-2013), lingkungan institusional ditentukan oleh kerangka legal dan kerangka administratif yang di dalamnya para individu, perusahaan dan pemerintah berinteraksi untuk menghasilkan kesejahteraaan (wealth).
Kualitas institusi sangat mempengaruhi daya saing dan pertumbuhan. Kualitas institusi mempengaruhi keputusan-keputusan investasi dan pengorganisasian produksi, serta memainkan peran kunci terhadap cara-cara masyarakat mendistribusikan keuntungan dan memikul biaya-biaya dari strategi dan kebijakan pembangunan.
Lebih jauh lagi, peranan institusi melampaui kerangka legal. Oleh karena itu sikap pemerintah terhadap pasar dan kebebasan serta efisiensi penyelenggaraan pemerintahan juga sangat penting.