TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Terdakwa dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan dan reagen consumable flu burung, Ratna Dewi Umar tak kuasa menahan air mata saat menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (25/7/2013).
Air mata Ratna tumpah tak terbendung, saat Hakim Made Hendra menanyakan apa yang disesali dan dirasakannya dalam kasus yang menjeratnya itu.
Dengan menangis tersedu-sedu, Ratna mengaku menyesal. Saat proyek alkes dan reagen consumble, itu Ratna berdalih baru datang di Departemen Kesehatan. Dia sebelumnya bertugas di Rumah Sakit Mohamad Husein Palembang, Sumatera Selatan.
"Saya datang dengan ketidaktahuan situasi di Depkes. Panitianya itu-itu saja, orang yang sudah berakar disana dan sistem yang amburadul," kata Ratna, di persidangan.
"Saya tidak disenangi. Sekjen tidak menghendaki, Dirjen tidak menghendaki saya," imbuhnya.
Ratna mengatakan, dicopot dari jabatan Wakil Direktur RS Mohamad Husein, karena ada konflik antara dokter spesialis di sana. "Dia (Siti Fadillah) panggil saya ke Jakarta dan bilang saya akan diganti," kata Ratna.
Ia sempat mengajukan pensiun kepada gubernur. Namun, gubernur melarangnya dan berjanji akan mencarikan tempat bertugas baru. Namun, sambung Ratna, tak lama kemudian ia mendapat telepon dan akan dilantik di Jakarta sebagai Direktur Bina Pelayanan Medik, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan. Namun, baru menjabat sekitar empat bulan, dirinya langsung terjerat kasus tersebut.
"Baru bulan keempat saya disana pekerjaan itu (pengadaan alkes). Saya masih buta," kata Ratna sambil menangis.
Dia pun menegaskan, tidak pernah bermimpi menjadi terdakwa korupsi di pengadilan. (Edwin Firdaus)