TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus Aiptu Labora Sitorus sudah masuk ke kejaksaan.
Ada tiga kasus yang dilimpahkan penyidik Polda Papua terkait anggota Polres Raja Ampat. Di antaranya kasus penimbunan Bahan Bakar Minyak (BBM), illegal logging, dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Berkas terkait LS (Labora Sitorus), hari ini sesuai informasi yang diterima, dilimpahkan ke kejaksaan. Dalam artian pelimpahan tahap satu," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Agus Rianto di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (26/7/2013).
Dalam kasus tersebut, lanjut Agus, kepolisian sudah mengambil keterangan terhadap 134 saksi. Rinciannya, 39 saksi untuk kasus penimbunan BBM, 67 saksi untuk illegal logging, dan 28 untuk TPPU.
Sementara, barang bukti yang disita di antaranya truk tronton enam unit, truk pengangkut barang bukti dua unit, tangki dua unit, dan beberapa aset bergerak seperti tanah yang sudah disita penyidik.
"Saat ini LS masih ditahan. Sudah lebih dua bulan lebih ditahan atau 65 hari. Mudah-mudahan bisa cepat diselesaikan," tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, Polda Papua telah menetapkan anggota Polres Raja Ampat Aiptu Labora Sitorus, sebagai tersangka kasus penimbunan BBM di Sorong, melalui PT Seno Adi Wijaya dan penyelundupan kayu melalui PT Rotua.
Dalam perkembangan penyidikan, Labora juga diduga melakukan TPPU terkait kedua perusahaan yang dikelola istrinya.
Setelah ditetapkan menjadi tersangka, Labora bersama kuasa hukumnya terbang ke Jakarta. Dia meninggalkan tugas sebagai anggota Polres Raja Ampat tanpa izin pimpinan.
Kemudian, Labora digelandang ke Mabes Polri setelah mengadu ke Kompolnas, Sabtu (18/5/2013). Penangkapan Labora terjadi sekitar pukul 20.15 WIB, di depan Gedung Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, yang lokasinya bersebelahan dengan Gedung Kompolnas.
Kasus ini menjadi perhatian publik setelah Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) menyampaikan temuan, bahwa Aiptu Labora melakukan transaksi keuangan mencurigakan selama lima tahun terakhir, yang nilainya mencapai Rp 1,5 triliun. (*)