News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penyadapan Aktivitas Presiden

SBY Disadap di G20, Anggota DPR: Siapapun Jadi Presiden RI Pasti Disadap

Penulis: Ferdinand Waskita
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden RI Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, secara resmi mengukuhkan 44 orang Pengurus Pusat Lembaga Veteran Republik Indonesia (LVRI) masa Bhakti 2012-2017 yang terdiri dari 29 orang pengurus dewan pimpinan pusat LVRI dan 15 orang pengurus Dewan Pertimbangan Pusat (Wantimpus) LVRI, di Gedung Gatot Subroto, Mabes TNI, Cilangkap Jakarta, Senin (22/7/2013).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Susaningtyas Kertopati menyatakan Presiden Indonesia akan dimata-matai oleh negara lain.

"Siapapun jadi Presiden Indonesia pasti dimata-matai bukan hanya AS, sepanjang di negara kita ada kepentingan," kata wanita yang akrab disapa Nuning ketika dikonfirmasi, Minggu (28/7/2013).

Ia mengatakan kiprah intelijen asing di Indonesia bisa melalui berbagai cara seperti terselubung dan masuk dalam aktivitas kenegaraan.

"Itulah gunanya kita miliki deteksi dini dari intel kita yang piawai dan mumpuni," kata Politisi Hanura itu.

Hal senada juga diungkapkan Anggota Komisi I DPR lainnya Tantowi Yahya. Ia mengatakan kegiatan penyadapan adalah hal biasa yang dilakukan oleh negara-negara dalam rangka mendapatkan informasi dari negara yang menjadi target.

"Australia selalu menjadikan Indonesia sebagai saingan dan ancaman sekaligus," tutur Politisi Golkar itu.

Tantowi mengatakan dengan terbukanya praktik penyadapan di konfrensi tersebut semakin memperburuk citra Inggris sebagai negara penyelenggara

"Australia harus meminta maaf. Tapi apa iya mereka mau meminta maaf?" tanyanya.

Sebelumnya, Perdana Menteri Australia, Kevin Rudd, dikabarkan mendapatkan manfaat dari laporan intelijen Pemerintah Inggris dan Amerika Serikat (AS), tentang sejumlah pemimpin negara Asia, termasuk Presiden SBY, dalam pertemuan puncak G20 di London, Inggris pada 2009.

Menurut pemberitaan The Age, laporan itu kemudian digunakan Kevin untuk mendukung tujuan diplomatik Australia termasuk kampanye untuk memenangkan kursi di Dewan Keamanan PBB.

''[Perdana Menteri] Rudd sangat tertarik dengan laporan intelijen para pemimpin Asia-Pasifik, diantaranya Yudhoyono, [Perdana Menteri India] Manmoham Singh, dan [mantan presiden Cina] Hu Jintao," ujar seorang sumber di intelijen Australia, yang minta dirahasiakan namanya, Minggu (28/7/2013).

"Tanpa dukungan intelijen yang disediakan oleh AS, kami tidak akan dapat memenangkan kursi," ujar pihak Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia dalam kondisi rahasia.

Dokumen intelijen yang sifatnya sangat rahasia itu, pertama kali dikirim ke Fairfax Media di bawah undang-undang kebebasan informasi, dan sempat juga disinggung oleh whistleblower intelijen AS Edward Snowden.

Snowden mengatakan, bahwa saat itu intelijen Inggris dan Amerika mentargetkan para pemimpin asing dan pejabat yang menghadiri pertemuan G20 2009 di London.

Mantan Perdana Menteri Australia, Julia Gillard juga telah diinformasikan mengenai informasi tersebut.

Kepala Divisi Pertahanan, Intelijen dan Berbagi Informasi Australia, Richard Sadleir pada 17 Juni 2013, bertemu dengan Gillard untuk melaporkan bahwa dokumen yang dibocorkan oleh Snowden merupakan bukti bahwa Markas Komunikasi Pemerintah Inggris (GCHQ), mengoperasikan Pemecah kemampuan intelijen untuk mencegat komunikasi.

Kemampuan pengumpulan intelijen GCHQ di pertemuan G-20 itu diantaranya dapat menembus sistem keamanan smartphone BlackBerry delegasi untuk memantau email dan panggilan telepon.

Selain itu mendirikan warung internet yang memiliki program intersepsi email dan program mata-mata pasword akses dunia maya para delegasi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini