Laporan Wartawan Tribunnews.com Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), bakal digugat secara hukum oleh sejumlah lembaga swadaya masyarakat, yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil.
Gugatan itu, terkait keputusan SBY yang menunjuk Patrialis Akbar sebagai Hakim Konstitusi.
Menurut Koalisi Masyarakat Sipil, Keputusan itu adalah perbuatan melanggar undang-undang.
"Koalisi akan menggugat presiden untuk membatalkan keputusan presiden (keppres) tentang pengangkatan Patrialis Akbar selaku Hakim Konstitusi," kata Direktur Advokasi YLBHI Bahrain di Kantor ICW, Jakarta, Minggu (11/8/2013).
Gugatan, kata dia, akan diajukan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta pada Senin 12 Agustus 2013. Artinya, gugatan itu dilayangkan sehari sebelum Patrialis Akbar direncakan dilantik SBY, yakni Selasa (13/08/2013).
Bahrain mengatakan, proses pencalonan Patrialis Akbar yang dilakukan SBY cacat hukum karena melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi. Tepatnya, Pasal 19 UU MK yang menyebutkan pencalonan hakim konstitusi harus dilaksanakan secara transparan dan partisipatif.
"Keharusan ini, dimaksudkan agar masyarakat luas bisa turut serta secara aktif, mengetahui setiap proses yang berjalan dan dapat berperan aktif memberikan masukan atas calon yang diajukan DPR, MA maupun Presiden," tuturnya.
Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama Satya Langkum, meminta SBY mengoreksi keputusannya mengangkat Patrialis Akbar yang dianggap sebagai satu kekeliruan.
"Keputusan itu adalah pelanggaran serius terhadap UU dan konstitusi. Bila tidak (keppres) dicabut, akan menjadi kenangan buruk SBY di penghujung jabatannya," imbuh Tama.
Sedangkan Koordinator Kontras Haris Azhar mengatakan, Patrialis memiliki catatan buruk selama menjabat Menteri Hukum dan HAM. Patrialis, merupakan orang yang sering memberikan remisi kepada pelaku pelanggaran HAM. "Misalnya Polycarpus yang terbukti melakukan pembunuhan kepada Munir," tandasnya.