TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jendral Polisi Timur Pradopo tidak akan melindungi jendral-jendralnya bila terbukti mendapatkan aliran dana dari Aiptu Labora Sitorus.
"Intinya kalau memang terbukti ya diproses itu saja, kalau terbukti ya silakan nanti ditunggu," kata Timur di STIK-PTIK, Jakarta Selatan, Senin (2/9/2013).
Dikatakannya pihak Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri sudah menelusuri dugaan-dugaan seperti yang dilaporkan Labora kepada KPK.
"Saya kira sudah kita lakukan baik terkait masalah fakta maupun apakah itu yang tadu disebutkan, ya kita proses," ujarnya.
Sementara Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri) Komjen Pol Oegroseno mengatakan hal yang serupa.
"Kalau memang mengarah pada pejabat (Polri) ya buka saja, tidak ada masalah kita. Sudah keterbukaan, masa mau ditutupi lagi," ucapnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Polda Papua telah menetapkan anggota Polres Raja Empat, Aiptu Labora Sitorus, sebagai tersangka kasus penimbunan BBM di Sorong dengan nama perusahaan PT Seno Adi Wijaya dan penyelundupan kayu dengan perusahaan PT Rotua.
Dalam perkembangan penyidikan, Labora juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang terkait kedua perusahaan yang dikelola istrinya itu.
Soal Penilaian Harian & Pembahasan Kunci Jawaban Geografi Kelas 12 SMA/MA Pola Keruangan Desa & Kota
Soal & Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 8 SMP Bab 2 Kurikulum Merdeka : Iklan, Slogan dan Poster
Setelah ditetapkan menjadi tersangka, Labora bersama kuasa hukumnya terbang ke Jakarta. Dia meninggalkan tugas sebagai anggota Polres Raja Ampat tanpa izin pimpinan.
Kemudian Labora digelandang ke Mabes Polri setelah mengadu ke Kompolnas, Sabtu (18/5/2013). Penangkapan Labora terjadi sekitar pukul 20.15 WIB di depan Gedung Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian yang lokasinya bersebelahan dengan Gedung Kompolnas.
Kasus ini menjadi perhatian publik setelah Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) menyampaikan temuan, yakni Aiptu Labora melakukan transaksi keuangan mencurigakan selama lima tahun terakhir yang nilainya mencapai Rp 1,5 triliun.