TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Martin Hutabarat menilai, vonis Djoko Susilo merupakan sejarah baru di pengadilan Indonesia.
"Sebab, baru pertama kali seorang Perwira Tinggi Polri aktif ditangkap dan dijatuhi hukuman. Di masa-masa lalu, sulit membayangkan kejadian ini," kata Martin di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (3/9/2013).
Ia juga tidak yakin kasus Djoko Susilo akan terbongkar, bila tidak ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Anggota Fraksi Gerindra membayangkan, apapun putusan Hakim Tipikor hari ini membuat kecewa Djoko Susilo.
"Tapi, itu sudah menjadi risiko dari jabatannya sebagai pimpinan. Saya kira, apapun putusannya, Djoko Susilo harus bisa legowo dan tabah menghadapinya. Ini adalah konsekuensi dari paham negara hukum yang kita anut," tuturnya.
Namun, Martin meluruskan bahwa putusan terhadap kasus simulator SIM bukanlah pengadilan terhadap institusi Polri.
"Ini yang harus disadari betul," ucapnya.
Polri, kata Martin, perlu menarik pelajaran dari kasus ini. Karena, kasus ini menunjukkan masih banyak yang harus diperbaiki di internal Polri, kalau polisi ingin lebih baik ke depannya.
"Reformasi di tubuh Polri harus lebih serius dilakukan ke depan," cetus Martin.
Djoko Susilo dituntut Jaksa KPK degan hukuman 18 tahun penjara, dan denda Rp 1 miliar subsider setahun kurungan.
Djoko juga dituntut jaksa membayar uang pengganti sebesar Rp 32 miliar, karena terbukti memerkaya diri sendiri dan orang lain atau korporasi, dari proyek pengadaan driving simulator SIM pada 2011. Sehingga, keuangan negara dalam proyek ini mencapai Rp 121,830 miliar.
Jaksa juga menilai harta kekayaan milik mantan Gubernur Akpol yang diperoleh sejak Oktober 2010-2012 dan harta 2003-Maret 2010, merupakan hasil tindak pidana korupsi, karena tidak sesuai penghasilan resmi Djoko dan harta yang dilaporkannya dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN). Sehingga, jaksa juga menjeratnya dengan pasal pencucian uang. (*)