TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jusuf Siletty, penasihat hukum tersangka Djodi Supratman, kembali menjelaskan rangkaian dugaan suap dari anak buah Hotma Sitompul, Mario Carmelio Bernardo, terkait pengurusan kasasi di Mahkamah Agung (MA).
Jusuf menjelaskan, awalnya Mario meminta bantuan kepada Djodi, untuk mencari orang yang bisa menghubungkan ke majelis hakim yang memegang perkara kasasi Hutomo Wijoyo Ongowarsito (HWO). Nah, orang itu adalah Suprapto.
Menurut Jusuf, berdasarkan pengakuan kliennya, hanya Suprapto yang bisa menghubungkan ke hakim AA.
Suprapto merupakan staf kepaniteraan di MA. Sementara, Hakim Agung berinisial AA merujuk kepada nama Andi Abu Ayyub Saleh, Ketua Majelis Hakim perkara HWO.
Jusuf mensinyalir, persetujuan Suprapto untuk membantu memuluskan niat Mario, tidak lepas dari campur tangan oknum yang memiliki kewenangan. Sedangkan perkara di persidangan, hanya hakim yang memiliki kewenangan.
Sebab, menurut Jusuf, setelah Djodi mengontak Suprapto pertama kali, belum terjadi kesepakatan harga. Suprapto baru menyatakan 'deal' siap membantu, dua hari setelah percakapan pertama.
"Bisa dilihat di sini ada jeda waktu (persetujuan Suprapto), dan kadar kemampuan tidak ada pada Suprapto. Ada tanda tanya di situ. Dalam dua hari, si Suprapto koordinasi sama siapa? Kok bisa menyanggupi itu kepada DS," kata Jusuf di Kantor KPK, Kamis (19/9/2013) petang.
Jusuf belum mengungkap persis kapan tanggal 'jeda dua hari' yang dimaksud. Yang pasti, lanjut dia, pada 1 Juli 2013, ada penyerahan memori kasasi pesanan Mario kepada Djodi, lalu disalurkan lagi ke Suprapto.
Selanjutnya, kata Jusuf, berdasarkan informasi yang diterima Djodi, memori kasasi diserahkan ke Hakim MA yang menangani perkara HWO, untuk dipelajari.
Terkait 'uang suap', papar Jusuf, telah mengalir tiga kali dari Mario ke kliennya. Rinciannya, pada 8 Juli, 24 Juli, dan 25 Juli, dengan total komitmen fee Rp 300 juta. Namun, dia belum dapat memastikan uang itu merupakan fee untuk Suprapto atau untuk hakim.
"Semua dikumpulkan di DS dulu, baru diserahkan kepada S. Tapi, baru mau diserahkan sudah tertangkap (KPK)," jelas Jusuf. (*)