News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Akil Mochtar Ditangkap KPK

Presiden Tak Bisa Membubarkan dan Hukum Mati Ketua MK

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono memimpin rapat dengan Ketua Lembaga Negara, didampingi Wakil Presiden, Boediono, Ketua Mahkamah Agung, Hatta Ali (kiri) dan Ketua Komisi Yudisial, Suparman Marzuki (kanan), di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Sabtu (5/10/2013). Rapat yang juga diikuti Badan Pemeriksa Keuangan, Pimpinan MPR, DPR, dan DPD tersebut menyikapi perkembangan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) pascapenangkapan Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku selama dua hari ini mendapat banyak pesan dari masyarakat menanggapi kasus suap sengketa Pilakada yang dilakukan Akil Mochtar, ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Kata SBY, pesan-pesan yang masuk tersebut ada yang menggunakan kalimat keras atau setengah keras, baik yang emosional, atau lebih rasional.

"Contoh, saya diminta banyak pihak untuk mengeluarkan dekrit, dan dengan dekrit itu Presiden diminta membubarkan atau membekukan MK," ucap SBY, di Istana Negara, Jakarta, Sabtu (5/10/2013), usai bertemu para pimpinan lembaga tinggi negara.

Terkait dektrit, Presiden katakan, bahwa dirinya tidak memiliki kewenangan konstisional untuk mengeluarkan dekrit, dan membubarkan atau membekukan sebuah lembaga negara yang keberadaannya disahkan dan diatur oleh Undang-undang Dasar (UUD).

Selain itu, sama seperti dialami pimpinan lembaga tinggi negara, juga  mendapatkan pesan agar Presiden menetapkan hukuman mati kepada koruptor dan disebutkan contohnya ketua MK tersebut.

"Untuk diketahui rakyat Indonesia, presiden tidak bisa menetapkan seseorang katakanlah dihukum mati, hukuman apapaun, hukuman mati, seumur hidup, berat, sedang atau ringan. Yang berhak memutuskannya adalah majelis hakim," tegas Presiden.

"Tidak juga Ketua MPR dan DPR. Kecuali sekali lagi majelis hakim," tandasnya lagi.

Atas tanggapan masyarakat tersebut, SBY bisa merasakan keinginan banyak pihak agar tindakan hukum bisa diambil cepat dan tegas terhadap kasus suap sengketa Pilkada ini. Tapi, menurutnya, tindakan yang diambil tentu tidak boleh melanggar konstitusi dan melanggar UUD 1945.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini