TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komite Aksi Solidaritasi untuk Munir (Kasum) mengecam putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) atas Pollycarpus lantaran dinilai mencederai rasa keadilan bagi rakyat Indonesia.
"Kasus ini ialah kasus yang memberikan dampak luas setelah reformasi, tidak hanya melakukan pembunuhan politik tapi juga menggunakan instrumen dan fasilias negara untuk membunuh Munir," kata Koordinator Kasum Chairul Anam saat menggelar konferensi pers di kantor Imparsial, Jalan Slamet Riyadi, Matraman, Jakarta Timur, Senin (7/10/2013).
Chairul menjelaskan, MA telah mengambil keputusan penting dalam upaya pengungkapan kasus Munir. Dalam putusan tersebut, MA memangkas hukuman pembunuh Munir, Pollycarpus Budijhari Prijanto dari 20 tahun menjadi 14 tahun.
"Kondisi ini tentu melukai rasa keadilan kami, masyarakat yang merindukan tegaknya keadilan di nusantara," katanya.
Menurut Chairul, kasus Munir sesungguhnya belum setengah jalan dikerjakan. Dalang pembunuh Munir juga masih berkeliaran bebas. Disisi lain belum ada permintaan maaf secara resmi dari lembaga negara tertuduh terlibat.
"Untuk itu kami menagih janji SBY dalam upaya penuntasan kasus Munir. Agar mendorong Kejagung mengajukan PK perkara Muchdi. Kedua menghidupkan Tim Munir di Kepolisian dan menindalanjuti rekomendasi Komisi HAM PBB," ujarnya.
Sebelumnya, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan PK Kejaksaan Agung dan menghukum Pollycarpus 20 tahun penjara. Belum diketahui apa isi amar putusan PK terakhir ini.
Assegaf, kuasa hukum Pollycarpus, Minggu (6/10/2013) malam, membenarkan soal dikabulkannya permohonan PK Pollycarpus. Namun, kata Assegaf, ia dan keluarga Pollycarpus belum mengetahui vonis yang harus dijalani kliennya.
"Kami belum tahu, apakah dikabulkan itu berarti tidak bersalah, atau bagaimana. Kami belum tahu dan ini kami harap-harap cemas. Bahagia, tapi juga khawatir karena hanya ada kata dikabulkan," ujar Assegaf.