News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Hakim Tipikor Tak Sepenuhnya Menyepakati Bachtiar Bersalah

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Logo Chevron

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang dipimpin Antonius Widjantono, tidak sepenuhnya sepakat terdakwa Bachtiar Abdul Fatah bersalah dalam kasus proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).

Sebab, tiga hakim menyatakan majelis harus membebaskan terdakwa dari dakwaan primer dan subsider jaksa penuntut umum.

Saat menyatakan disenting opinionnya pada pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Hakim Selamat Subagyo mengatakan setelah hakim ketua dan hakim anggota 1 dalam pertimbangan yuridisnya, bahwa dakwaan primer melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor, Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dinyatakan tidak terbukti, atas putusan tersebut hakim anggota 2 (Selamet Subagyo-Red.) sepakat.

"Maka, terdakwa Bachtiar harus dinyatakan secara sah dan menyakinkan tidak terbukti melanggar dakwaan primer, sehingga terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan primer JPU tersebut," ujarnya, Kamis (17/10/2013).

"Hakim ketua dan hakim anggota 1 membebaskan dakwaan primer dan menyatakan melakukan Tipikor secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam dakwaan subsider, yaitu melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUAP. Terhadap putusan ini, hakim anggota dua berbeda pendapat dari putusan ini," kata Selamet.

Menurutnya, unsur pokok tersebut tercantum dalam dakwaan subsider JPU, bahwa terdakwa Bachtiar selaku GM SLS dengan Direktur PT Sumi Gita Jaya (SGJ), Herlan bin Ompo pada September 2001 -Maret 2012 atau kurun waktu 2011-2012
menandatangani kontrak bridging.

Berdasarkan fakta persidangan, Hakim Selamet Subagyo tidak sependapat dengan hakim ketua dan hakim anggota satu serta dakwaan JPU.

Pasalnya, kontrak bridging C 905616 yang dipersalahkan, yakni ditandatangani antara September 2011-2012. Padahal, kontrak dilakukan pada 24 Agustus 2011 atas surat perintah Direktur PT CPI, Hamid Batubara, berupa power of autorithy (POA).

Menurutnya, sesuai kesaksian dari Wahyu, bahwa pada September 2012, terdakwa Bachtiar Abdul Fatah sudah tidak bertugas lagi sebagai General Manager Sumatera Light South (SLS) PT CPI.

"Jabatan GM SLS dijabat saksi (Wahyu-Red.). Terdakwa juga mengakui, pada September 2012, dirinya tidak lagi menjabat sebagai GM SLS, karena sudah dipindah ke Jakarta," ujarnya.

Jika Kesaksian Prof Leicha Marzuki dihubungkan dengan keterangan Wahyu dan terdakwan Bachtiar, kata Selamet, maka tempus delicti tidak mempunyai dasar yang kuat, sehingga harus dinyatakan tidak dapat diterima.

Selain itu, Selamet juga tidak sepakat bahwa terdakwa Bachtiar harus divonis terbukti melakukan korupsi karena melanggar dakwaan subsider. Pasalnya, pengambilan sampel tanah dan pengujian sampel tersebut bertentangan dengan hukum.

Menurutnya, pengambilan sampel tanah yang diambil tim ahli bioremediasi yang dikomandani Edison Efendi tersebut tidak sesuai aturan seperti yang diterangkan saksi ahli di persidangan.

Selain itu, pengujian sampel tersebut juga tidak dilakukan di laboratorium yang telah tersertifikasi, meski Edison mengaku mempunyai sertifikasi dari ahli di Israel yang tentunya bertolak belakang dengan ketentuan di Indonesia.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini