TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KPK menemukan bukti permulaan berupa aset yang diduga hasil Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif Akil Mochtar sebelum tahun 2010.
"Tentu saja ada bukti permulaan, tetapi 'kan apa itu bukti permulaannya, bukan untuk konsumsi publik," kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, di kantornya, Jakarta, Selasa (29/10/2013).
Menurut Bambang, dari temuan itu, KPK menjerat Akil dengan dua Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Pasal pada tiga UU TPPU yang dikenakan kepada Akil, yakni Pasal 3 dan atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan Pasal 3 dan atau Pasal 6 ayat 1 UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang TPPU sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 25/2003 tentang TPPU, Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Bambang mengakui, pengenaan UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang TPPU sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 25/2003 tentang TPPU adalah bagian untuk melacak aset-aset kekayaan Akil sebelum 2010.
"Itu sebabnya dikenakan juga undang-undang (TPPU) yang sebelumnya, supaya kami bisa menjangkau lebih jauh lagi," jelasnya.
Bambang belum bisa menyampaikan aset-aset Akil yang menjadi bukti permulaan terkait TPPU tersebut. Namun, ia memastikan KPK memiliki bukti permulaan TPPU oleh Akil sebelum 2010.
"Hal yang pasti kalau penerapan pasal TPPU itu karena berdasarkan konstruksi yang didasarkan pada fakta dan bukti," ujarnya.
Bambang juga menegaskan, penelusuran aset-aset Akil yang diduga hasil TPPU tersebut dilakukan setelah KPK menduga kuat asal tindak pidana korupsinya.
KPK menangkap Akil Mochtar di rumahnya, Jakarta, pada 2 Oktober 2013. Ia ditetapkan sebagai tersangka kasus suap penanganan sengketa Pemilukada Lebak, Banten, dan Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
Dalam pengembangan penyidikan, Akil ditetapkan sebagai tersangka penerima gratifikasi terkait penanganan sengketa pemilukada lainnya dan tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang.
Saat menyidik kasus ini, KPK sudah melakukan penggeledahan dan penyitaan terhadap uang dan harta Akil dan keluarganya.
Dari penggeledahan di rumah dinasnya, komplek Widya Chandra, Jakarta, KPK menemukan dan menyita uang Rp 2,7 miliar dan menyita tiga mobil Akil, yakni Mercedes Benz S-350, Audi Q5, dan Toyota Crown Athlete. Dan dari rumah pribadinya, kawasan Pancoran Mas, Jakarta, KPK menyita surat berharga senilai Rp 2 miliar.
Sejumlah rekening milik Akil dan keluarganya juga sudah dibekukan oleh KPK.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan adanya kejanggalan dalam transaksi keuangan perusahaan milik istri Akil, Ratu Rita, CV Ratu Sumagat. Diduga Akil melakukan TPPU di perusahaan yang diatasnamakan istrinya itu.
Sebelum menjadi Ketua MK pada April 2013, Akil sempat menjadi Hakim Konstitusi periode 2008-2013, anggota DPR RI periode 1999-2004 dan terpilih kembali menjadi anggota DPR RI dari fraksi partai yang sama untuk periode 2004-2009.
Apakah KPK menelusuri aset Akil yang diperoleh sejak menjadi anggota DPR?
"Begini deh, kami enggak usah bilang sejak kapannya. Tapi, kami akan terapkan Undang-undang TPPU yang menyangkut undang-undang terakhir dan undang-undang yang direvisi sebelumnya," tegas Bambang.