TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahfud MD Initiative (MMD) menerima laporan telah terjadi pelanggaran pidana atau dugaan suap dalam persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Bali di Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu.
Mahhfud MD, Direktur Utama MMD Initiative, mengatakan telah memeriksa laporan tersebut dan akan mengirimkannya ke Mahkamah Konstitusi.
"Itu temuan PDI Perjuangan dan dilapor ke KPK. Jadi PDIP menemukan indikasi pelanggaran pidana penyuapan di kasus Pilgub bali. Itu yang menemukan PDI P kemudian mereka sudah antar sendiri ke KPK. Lalu substansinya diantar ke saya, dilaporkan ke posko saya bahwa ada isi yang tidak benar menurut mereka," ujar Mahfud di Bentara Budaya Jakarta, Sabtu (2/11/2013).
Menurut Mahfud, setelah mempelajari laporan PDI Perjuangan tersebut, mereka menemukan keanehan dalam putusan tersebut.
"Ternyata hakim mengizinkan pemilihan diwakili oleh keluarganya di 138 TPS (tempat pemungutan suara). Di satu TPS itu anda bayangkan 300 - 600 orang padahal kalau dikali 138 berapa ribu itu. Padahal selisih suaranya 996. Itu agak aneh bagi mereka. Saya tidak akan menilai biar MK saja," ungkap mantan Ketua MK itu.
Sementara adanya dugaan suap terhadap hakim, Mahfud mengaku menyerahkannya kepada KPK.
Seperti diketahui, dalam putusan MK terkait sengketa Pilkada Bali menyatakan sejumlah dalil yang diajukan Pemohon, yakni pasangan Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga-Dewa Nyoman Sukrawan (PAS) terkait jumlah pelanggaran yang dilakukan pasangan I Made Mangku Pastika-Krtut Sudikerta (Pastikerta) tidak beralasan menurut hukum.
"Menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Akil Mochtar.
Mahkamah berpendapat bahwa pemilih yang memilih lebih dari satu kali dengan cara diwakilkan sudah dilakukan sejak Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden serta Pemilukada Kabupaten, dan tidak pernah dipermasalahkan, sehingga dalil Pemohon tersebut tidak beralasan menurut hukum.