TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Secara diplomatik, penyadapan intelijen AS dan Australia terhadap presiden, wapres dan sejumlah pejabat penting RI merupakan pelanggaran berat. Karena itu rakyat Indonesia harus mengutuk perbuatan mereka.
Tapi sebagai lembaga penegak hukum yang sedang melakukan tugas menegakkan prinsip-prinsip clean government & good governance yang disepakati dunia internasional (PBB), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak boleh terjebak dalam hiruk-pikuk dan retorika politik itu.
Hal ini diungkapkan koordinator Gerakan Indonesia Bersih Adhie M Massardi kepada wartawan siang ini (19/11) di Jakarta.
“Demi hukum, terutama untuk melengkapi penuntasan skandal rekayasa bailout Bank Century, KPK bisa dan harus minta hasil sadapan intelijen AS dan Australia itu. Terutama menyangkut Presiden SBY, Menkeu (waktu itu) Sri Mulyani, dan Boediono, baik saat menjadi gubernur Bank Indonesia maupun setelah jadi wapres,” ujar Adhie.
Menurut jubir presiden era Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) ini, sadapan paling penting yang harus diminta KPK kepada intelijen AS dan Australia adalah rekaman percakapan SBY, Sri Mulyani dan Boedino pada awal November 2008.
“Kita tahu, awal November 2008 itu, SBY sedang di Washington, AS, untuk menghadiri pertemuan G-20. Saat itu adalah detik-detik menjelang digelontorkannya triliunan rupiah uang rakyat untuk Bank Century,” kata Adhie.
Adhie mengingatkan, meskipun di dalam negeri ada wapres (Jusuf Kalla) yang secara ketatanegaraan bertanggungjawab atas pemerintahan bila presiden di luar negeri, tapi menyangkut kebijakan Bank century, menteri keuangan tetap berkomunikasi, bahkan sangat intensif, dengan Presiden SBY di AS.
“Nah, apabila KPK berhasil memperoleh sadapan percakapan SBY, Sri Mulyani dan Boediono saat itu, maka missink link Centurygate yang tidak bisa dibongkar Pansus DPR bisa ditemukan. Sehingga konfigurasi atau puzle Centurygate bisa terbaca secara lengkap dan komprehensif,” pungkas Adhie.