TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT Dutasari Citralaras Machfud Suroso melalui kuasa hukumnya meminta agar KPK membuka blokir rekening atau harta yang diperoleh sebelum tahun 2010. Harta itu dinilai tidak terkait kasus dugaan korupsi proyek Hambalang.
"Kami meminta kepada KPK untuk harta benda yang didapat sebelum 2010 kami minta dibuka blokirnya," ujar kuasa hukum Machfud, Syaiful Ahmad Dinar di Gedung KPK RI, Jakarta, Jumat (22/11/2013).
Syaiful mengatakan, pihaknya akan memisahkan harta-harta yang diperoleh sebelum proyek Hambalang berlangsung yaitu 2010. "Akan kita pisahkan mana harta yang didapat sebelum 2010, sebelum Hambalang. Untuk itu kami minta dibuka blokirnya," katanya.
Dalam kasus ini, Machfud diduga sebagai pihak yang diuntungkan dari penyalahgunaan wewenang yang dilakukan penyelenggara negara dalam pengadaan sarana dan prasarana Hambalang.
Adapun penyelenggara negara yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini adalah mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng, serta mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar. KPK juga menetapkan mantan petinggi PT Adhi Karya Teuku Bagus Muhammad Noor sebagai tersangka.
PT Dutasari Citralaras merupakan subkontraktor kerja sama operasi (KSO) PT Adhi Karya dan Wijaya Karya dalam pengerjaan mekanikal elektrikal Hambalang. Sebelumnya Machfud pernah mengakui bahwa PT Dutasari menerima Rp 63 miliar terkait proyek Hambalang. Menurut Machfud, uang tersebut merupakan uang muka dari pengerjaan elektrikal mekanikal proyek Hambalang yang disubkontrakan ke PT Dutasari Citralaras.
Machfud juga mengatakan, pembayaran uang muka Rp 63 miliar itu sudah sesuai prosedur. Dia membantah uang itu disebut sebagai fee yang kemudian dibagi-bagikan ke Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, serta ke anggota DPR.
Sementara itu, hasil Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap, Mahfud selaku Direktur Utama PT Dutasari Citralaras menerima uang muka sebesar Rp 63.300.942.000 yang tidak seharusnya dia terima.