Laporan Wartawan Tribunnews.com, Samuel Febriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jalur komunikasi Presiden SBY dianggap secara mudah bisa diretas oleh intelijen Australia. Hal itu dinilai lantaran teknologi peralatan intelijen yang dimiliki Indonesia sudah 'kuno'.
Pengamat militer dan intelijen Dynno Chresbon, menyebut teknologi peralatan intelijen yang dimiliki oleh Indonesia saat ini tertinggal 15 tahun dari negara maju. Alhasil, untuk memonitor aktivitas intelijen berbasis sinyal misalnya, Indonesia belum mampu.
"Militer Indonesia tidak bisa memonitor aktivitas intelijen berbasis sinyal karena teknologinya belum mampu," ujarnya ketika berbincang-bincang dengan Tribunnews.com di redaksi Newsroom Tribun Network Jakarta, Jumat (22/11/2013).
Peralatan intelijen yang digunakan negara maju seperti Amerika Serikat (AS), dan Australia, bebernya dapat menyusup masuk ke dalam perangkat komunikasi seseorang melalui sinyal.
"Alatnya yaitu hyper intelijen unit dan ultra intelijen unit. Berbentuk portabel, harganya sekitar Rp 50 miliar," kata Dynno.
Sementara Indonesia bebernya belum mempunyai alat yang dapat mendeteksi kerja alat itu. Hal itu karena Indonesia selama ini tidak memperioritaskan untuk membeli alusita teknologi militer berbasis intelijen.
"Kita memprioritskan untuk membeli peralatan pertahanan, seperti kapal dan pesawat," tuturnya.
Selain itu Indonesia bebernya tidak memiliki Militer Cyber Commando yang bertugas membentengi negara dari aktivitas intelijen cyber dari negara asing. Dynno bahkan mengatakan, Indonesia tak hanya kalah dari negara maju tapi juga dari negara tetangga yang sudah memiliki peralatan teknologi intelijen mutakhir.
"Kawasan Asia Tenggara yang sudah memiliki Singapura," katanya.