Laporan Yunike Lusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdapat dua tuntutan dari Front Pembela Islam (FPI) dan Laskar Pembela Islam (LPI) saat berunjuk rasa di depan Kedubes Australia, Jumat (22/11/2013) kemarin. Kedua tuntutan itu terkait penyadapan intelijen Australia pada sejumlah pejabat Indonesia termasuk Presiden SBY.
Habib Salim Al-Atas, Ketua DPD FPI Jakarta mengatakan antara lain Australia harus meminta maaf kepada Indonesia. Kedua, pasukan khusus antiteror, Detasemen Khusus 88 (Densus 88) harus dibubarkan.
Soal Densus 88, Habib Selon -sapaan Salim Al-Atas, menyebut pasukan khusus itu merupakan unit yang dalam pembentukan dan kerjanyanya ada campur tangan Australia.
“Kami minta mereka (Kedubes Autralia) harus minta maaf di depan media dan densus 88 harus dibubarkan. Densus 88 itu antek-antek Autralia. Mereka harus dibubarkan,” kata Habib Selon saat diwawancarai usai unjuk rasa di depan Kedubes Australia.
Pria yang kemarin mengenakan pakaian serba putih ini juga menegaskan bahwa Indonesia sudah dirugikan. Pemerintah Indonesia hanya bisa tunduk pada Australia.
“Apa yang didapat Indonesia dari Australia? Pengguna narkoba saja dibebaskan. Pemerintah Indonesia hanya bisa tunduk pada Australia. Indonesia sudah dirugikan,” kata Habib Selon.
Aksi unjuk rasa yang dilakukan FPI ini dimulai sejak pukul 14.30 WIB hingga 15.30 WIB, Jumat (22/11/2013). Aksi ini adalah aksi lanjutan yang sebelumnya dilakukan oleh ormas lain, yaitu Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Sempat terjadi aksi saling dorong antara aparat kepolisian yang menjaga dan massa FPI. Hal ini dikarenakan massa FPI ingin memasuki Kedubes Australia, namun dihalang oleh aparat kepolisian.