TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, mengatakan tidak ada diskriminasi dalam penahanan dan penetapan seorang tersangka korupsi.
Samad pun menjelaskan kepada publik mengenai penetapan bekas Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai tersangka dalam kasus Hambalang, namun tidak kunjung ditahan. Sementara bekas Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) langsung ditahan KPK dalam kasus pengadaan kuota impor daging sapi.
"LHI adalah kasus OTT (operasi tangkap tangan). Oleh karena itu kalau OTT, itu ada ketentuanya dalam undang-undang orang itu harus segara ditahan. Kalau kasus Anas bukan kasus OTT," ujar Samad saat menjadi pembicara Kompasianival bertajuk 'Berantas korupsi untuk Indonesia lebih baik' di Grand Indonesia, Jakarta, tadi malam.
Samad menjelaskan KPK tidak langsung menahan Anas karena ada ketentuan dalam undang-undang batas waktu 120 hari. Jika dalam waktu tersebut pemberkasan belum selesai, maka orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka bisa keluar dari hukum.
"Kalau dia keluar dari hukum dia tidak bisa ditahan sampai ada putusan tetap atau in craht," ujar Samad.
Samad menegaskan Anas pada waktunya akan ditahan sebab tidak ada orang yang telah ditetapkan KPK sebagai tersangka tidak ada yang ditahan. Samad berjanji akan langsung menahan Anas ketika pemberkasannya lebih dari 60 persen.
"Ketika kita pastikan berkas perkaranya lebih 60 persen. Oleh karena itu, kita belum bisa memastikan pemberkasannya, dia masih sekitar 50 persen. Setiap tersangka yang ditetapkan KPK tidak ada yang tidak ditahan. Bukan soal diskriminasi," tukas alumnus Universitas Hasanuddin itu.