Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak tegas dalam kasus penyadapan Australia. Menurut Yusril, pemulangan Dubes RI untuk Australia bukanlah langkah tegas.
"Presiden harusnya mengambil suatu langkah diplomatik untuk mngatasi masalah. Tapi Presiden tidak ambil langkah yang keras, justru memanggil pulang dubes kita di Australia, bukan usir dubes Australia pulang ke negaranya," kata Yusril di Jakarta, Minggu (24/11/2013).
Yusril mengatakan penyadapan merupakan pelanggaran. Sebuah negara, kata Yusril, tidak bisa menggunakan fasilitas kedataan untuk melakukan kegiatan mata-mata.
"Walaupun mereka membangun opini yang disadap itu korupsinya dan akan serahkan ke KPK. Kalau itu dilakukan ya kita terimakasih. Pada dasarnya itu tidak bisa menjadi pembenaran untuk lakukan kegiatan mata-mata di negara lain," ungkapnya.
Yusril menegaskan kegiatan diplomatik harus tetap terbuka diketahui banyak pihak. "Jadi salah besar Australia gunakan fasilitas kedutaannya untuk kegiatan mata-mata. Masalah ini serius," ujar Yusril.
Penghentian kerjasama militer yang dilakukan SBY, ujar Yusril juga tidak berdampak. Bila ingin tegas, Yusril menyarankan Indonesia menghentikan kerjasama terkait kepentingan utama Australia yakni imgran gelap.
"Kalau itu diputuskan Australia akan kelabakan. Ini latihan militer engga ada manfaatnya," tuturnya.