Laporan Wartawan Tribunnews.com, Bahri Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kian melemahnya nilai tukar rupiah atas dolar Amerikahingga menembus angka dua belas ribu membuat khawatir banyak pihak. Satu dampak yang paling terasa adalah sektor perumahan kecil yang mengakibatkan masyarakat miskin harus menunggu untuk mempunyai rumah.
“Dengan melemahnya rupiah, tentu akan mempengaruhi daya beli masyarakat di tataran paling bawah atau masyarakat berpenghasilan rendah. Meskipun backlog perumahan masih sangat besar, sekitar 15 juta unit,” demikian tutur mantan ketua umum DPP REI periode 2010-2013 Setyo Maharso.
Hingga saat ini, ungkap Setyo, masih banyak masyarakat yang mengurungkan niatnya untuk membeli rumah karena naik turunnya rupiah. Ke depan diharapkan perlunya keberpihakan pemerintah untuk MBR (masyarakat berpenghasilan rendah). Menurutnya banyak solusi yang bisa dibuat asal pemerintah berniat untuk ‘merumahkan’ MBR.
“Negara lain banyak yang sudah berniat merumahkan warganya, Singapura contohnya. Pendanaan tanah adalah tanggung jawab pemerintah setempat,” jelas Setyo.
Lebih jauh dikatakannya, program FLPP (fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan) yang dicanangkan pemerintah sudah bagus. Apalagi kalau ditambah dengan program tabungan perumahan rakyat (TAPERA) yang sedang dirancang di DPR yang menyebabkan dan yang diserap bisa mencapai empat sampai lima kali lipatnya.
“Kalau dana TAPERA bisa terwujud kita bisa mendapat dana murah yang bisa dipakai untuk pembiayaan perumahan MBR,” ujarnya.
Tak lupa, Setyo juga mengkritik eksekusi program FLPP yang dijalankan pemerintah. Menurutnya perlu dibentuk komite perumahan nasional untuk mengawasi pelaksanaan program perumahan nasional.
“Bentuk saja komite yang terdiri dari professional di bidang perumahan, hukum, dan ekonomi. Dengan demikian program pemerintah untuk ‘merumahkan’ rakyat lebih cepat diwujudkan,” tutupnya.